Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) telah memberikan dampak besar di berbagai industri, termasuk sektor kesehatan. AI kini tidak hanya merambah dunia teknologi atau bisnis, tetapi juga berperan signifikan dalam perawatan kesehatan. Stanford pernah membuat dunia maya gempar tahun lalu dengan “AI Town” yang viral, di mana 25 agen cerdas tinggal dan bersosialisasi, menyerupai dunia dalam serial fiksi ilmiah Westworld. Kini, peneliti dari Tiongkok telah mengembangkan kota rumah sakit berbasis AI!
Dalam sebuah wawancara terbaru dengan Global Times, para peneliti Tiongkok menjelaskan dampak praktis dari pendekatan inovatif ini terhadap layanan kesehatan.
Konsep kota rumah sakit berbasis AI, di mana pasien virtual dirawat oleh dokter-dokter AI, memiliki signifikansi besar bagi para profesional medis dan masyarakat luas. Tujuan utama dari kota rumah sakit AI ini adalah untuk melatih agen-agen dokter melalui lingkungan simulasi sehingga mereka dapat berkembang secara otonom dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merawat penyakit.
Baru-baru ini, para peneliti dari Universitas Tsinghua berhasil mengembangkan rumah sakit AI yang diberi nama “Agent Hospital.” Di dunia maya ini, semua dokter, perawat, dan pasien digerakkan oleh agen-agen cerdas yang didukung oleh model bahasa besar (Large Language Model/LLM) yang mampu berinteraksi secara otonom.
Yang luar biasa, dokter-dokter AI ini mampu merawat 10.000 pasien hanya dalam beberapa hari. Tugas yang sama akan memakan waktu setidaknya dua tahun bagi dokter manusia. Lebih lanjut, agen dokter yang berkembang telah mencapai tingkat akurasi yang mengesankan sebesar 93,06 persen pada dataset MedQA (pertanyaan ujian lisensi medis AS) yang mencakup penyakit pernapasan utama. Mereka mensimulasikan seluruh proses diagnosis dan perawatan pasien, termasuk konsultasi, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, hingga tindak lanjut.
Manfaat Praktis yang Diharapkan
Lingkungan yang disimulasikan di Agent Hospital terdiri dari dua entitas utama: pasien dan tenaga medis. Informasi peran mereka dihasilkan oleh model GPT-3.5 dan dapat diperluas secara tak terbatas.
Agent Hospital ini dilengkapi dengan berbagai ruang konsultasi dan ruang pemeriksaan, yang memerlukan serangkaian agen cerdas profesional medis untuk bekerja. Oleh karena itu, para peneliti merancang konfigurasi 14 dokter dan empat perawat – agen dokter dirancang untuk mendiagnosis penyakit dan merumuskan rencana perawatan yang terperinci, sementara agen perawat fokus pada dukungan harian.
Apakah kota rumah sakit AI ini akan memberikan manfaat praktis bagi industri layanan kesehatan nyata? Jawabannya adalah iya.
Pemimpin tim peneliti Agent Hospital, Liu Yang, yang juga dekan eksekutif Institute for AI Industry Research (AIR) dan dekan asosiasi di Departemen Ilmu Komputer dan Teknologi di Universitas Tsinghua, mengatakan kepada Global Times bahwa kota rumah sakit berbasis AI ini akan mengubah cara dokter mendiagnosis dan merawat pasien, memberikan manfaat yang luar biasa bagi para profesional medis dan masyarakat luas.
Sebagai contoh, konsep inovatif ini memungkinkan pasien virtual untuk dirawat oleh dokter nyata, memberikan mahasiswa kedokteran peluang pelatihan yang lebih baik. Dengan mensimulasikan berbagai jenis pasien AI, mahasiswa kedokteran dapat dengan percaya diri mengajukan rencana perawatan tanpa takut merugikan pasien nyata akibat kesalahan pengambilan keputusan, ujar Liu.
Pelatihan simulasi ini memungkinkan mahasiswa kedokteran untuk berlatih diagnosis dan pengobatan dalam lingkungan yang bebas risiko, yang pada akhirnya akan menghasilkan dokter yang sangat terampil, menurut Liu.
Jika pasien di kota tersebut adalah nyata dan dokter-dokternya virtual, layanan telemedicine daring dapat diberikan kepada pasien. Kota rumah sakit AI ini memanfaatkan basis data pengetahuan medis yang sangat luas dan otoritatif, memungkinkan dokter AI untuk menangani ribuan, bahkan jutaan kasus.
Potensi untuk layanan kesehatan yang berkualitas tinggi, terjangkau, dan mudah diakses untuk masyarakat kini ada di depan mata, karena kemampuan diagnostik dokter AI berevolusi dari dunia maya ke dunia nyata, ujar Liu.
Liu juga mengatakan bahwa kota rumah sakit berbasis AI ini dapat mensimulasikan dan memprediksi berbagai skenario medis, seperti penyebaran, perkembangan, dan pengendalian penyakit menular di suatu wilayah.
Tantangan dan Harapan di Masa Depan
Beberapa netizen telah menyampaikan bahwa “simulasi AI akan menjelajahi jalur yang tidak dapat dijelajahi manusia karena keterbatasan waktu atau kemampuan.”
Bayangkan ribuan rumah sakit yang sepenuhnya otomatis yang akan menyelamatkan jutaan nyawa. Masa depan ini tampak semakin dekat.
Liu mengungkapkan bahwa setelah sekitar enam bulan penelitian dan pengembangan, kota rumah sakit berbasis AI ini hampir siap untuk diterapkan dalam aplikasi praktis. Dengan rencana untuk fokus pada arah aplikasi tertentu, kota ini ditargetkan akan beroperasi pada paruh kedua tahun 2024.
Namun, meskipun prospek kota rumah sakit berbasis AI ini menjanjikan, implementasi dan promosinya dalam diagnosis dan perawatan berbasis AI menghadapi tantangan besar.
Liu menekankan bahwa kepatuhan yang ketat terhadap regulasi medis nasional, validasi menyeluruh terhadap kematangan teknologi, serta eksplorasi mekanisme kolaborasi antara AI dan manusia sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi kecerdasan buatan tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat.
AI Tidak Bisa Menggantikan Manusia
Melihat ke depan, masa depan AI dalam bidang medis tampak cerah, dengan kemajuan pesat teknologi kecerdasan buatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa AI dalam layanan kesehatan dapat melampaui batasan fisiologis dan intelektual manusia dalam beberapa aspek, meningkatkan presisi dan efisiensi layanan kesehatan. Namun, satu hal yang pasti – AI tidak bisa menggantikan manusia.
Dalam praktik medis, ketidakpastian adalah hal yang lumrah, karena setiap individu yang sehat dan pasien memiliki karakteristik yang unik. Bahkan jika mereka menderita penyakit yang sama, perjalanan penyakit, serta karakteristik psikologis dan sosiologis pasien, dapat sangat berbeda. Peristiwa-peristiwa yang tidak pasti ini pada akhirnya perlu ditangani oleh manusia, menurut para ahli.
Dr. Dong Jiahong, seorang akademisi dari Akademi Teknik Tiongkok dan dekan Sekolah Kedokteran Klinis di Universitas Tsinghua, mengatakan dalam platform informasi AI Tiongkok, Hopes and Dreams, bahwa kedokteran adalah ilmu cinta dan seni kehangatan, sedangkan layanan kesehatan berbasis AI tetap “dingin.” AI tidak bisa memberikan perawatan pribadi dan kasih sayang. Lebih dari itu, tanggung jawab hukum yang mungkin muncul selama proses perawatan harus tetap ditanggung oleh dokter manusia.
Secara keseluruhan, kota rumah sakit berbasis AI seperti Agent Hospital ini menawarkan pandangan yang menarik mengenai masa depan layanan kesehatan. Namun, meskipun AI membawa banyak potensi untuk meningkatkan efisiensi dan keakuratan perawatan medis, kolaborasi antara manusia dan teknologi tetap menjadi faktor penting dalam menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan kebutuhan perawatan manusia yang penuh empati dan perhatian.