Pernahkah Anda membayangkan sebuah perayaan budaya yang hanya terjadi sekali dalam 12 tahun? Di tengah hiruk pikuk kota Tangerang, terdapat sebuah ritual unik yang mampu memikat perhatian ribuan orang dari berbagai penjuru.
Gotong Toapekong, sebuah tradisi kuno masyarakat Tionghoa, kembali digelar pada tahun 2024 ini. Mari kita telusuri bersama keajaiban budaya yang tersembunyi di balik ritual ini.
Mengungkap Misteri Gotong Toapekong
Gotong Toapekong bukanlah sekadar festival biasa. Ritual yang diadakan setiap 12 tahun sekali ini memiliki akar sejarah yang dalam dan makna spiritual yang kuat bagi masyarakat Tionghoa di Tangerang, khususnya komunitas yang dikenal sebagai Cina Benteng.
Apa itu Gotong Toapekong?
Gotong Toapekong adalah sebuah upacara sakral yang melibatkan arak-arakan patung Dewi Kwan Im Hud Couw. Prosesi ini dimulai dari Klenteng Boen Tek Bio dan melintasi beberapa jalan utama di Tangerang. Namun, di balik kemeriahan yang tampak, tersimpan makna yang jauh lebih dalam.
Makna dan Sejarah Gotong Toapekong
Gotong Toapekong merupakan ritual yang diadakan untuk menolak bala dan membersihkan hawa jahat, sehingga kehidupan masyarakat dapat berlangsung damai dan sejahtera. Oey Tjin Eng, sejarawan Peranakan Tionghoa Tangerang, menyatakan bahwa ritual ini bertepatan dengan tahun Shio Naga pada bulan ke-8 penanggalan Imlek.
Ritual ini juga mengingatkan kita akan sejarah panjang Klenteng Boen Tek Bio, yang didirikan pada tahun 1775. Klenteng ini memiliki makna penting dalam komunitas, sebagai tempat bagi umat manusia untuk menjadi insan yang penuh kebajikan dan intelektual.
Jejak Sejarah Klenteng Boen Tek Bio
Kelenteng Boen Tek Bio tidak terlepas dari sejarah Kota Tangerang. Awalnya dibangun dengan bahan dinding bambu dan atap rumbia, kelenteng ini terus mengalami renovasi hingga tampil megah dengan warna merah dan kuning keemasan saat ini. Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1904, dengan beberapa patung dewa dipindahkan sementara ke Kelenteng Boen San Bio.
Patung-patung tersebut, termasuk YS Hok Tek Ceng Sien (Malaikat Bumi) dan Dewi Kwan Im Hud Couw, merupakan bagian penting dari ritus dan diakui sebagai simbol spiritual dalam masyarakat Tionghoa. Setelah proses renovasi, patung-patung itu kembali ke Kelenteng Boen Tek Bio, dan pemindahan ini diperingati sebagai ritual Gotong Toapekong.
Gotong Toapekong 2024: Sebuah Perayaan Budaya yang Megah
Tahun 2024 menandai momen istimewa bagi Gotong Toapekong. Untuk pertama kalinya, ritual ini dirayakan setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Kota Tangerang. Pengakuan ini membawa dimensi baru pada perayaan, menarik perhatian lebih luas dari masyarakat dan media.
Persiapan dan Antisipasi
Persiapan Gotong Toapekong 2024 dimulai jauh-jauh hari. Panitia penyelenggara, yang terdiri dari anggota komunitas Tionghoa dan perwakilan pemerintah setempat, bekerja keras untuk memastikan setiap detail acara terlaksana dengan sempurna.
“Kami ingin Gotong Toapekong 2024 menjadi momen yang tak terlupakan,” ujar Liem Siu Liang, salah satu panitia penyelenggara. “Bukan hanya bagi komunitas Tionghoa, tapi juga bagi seluruh warga Tangerang dan para wisatawan yang datang.”
Rangkaian Acara yang Mempesona
Puncak perayaan Gotong Toapekong 2024 jatuh pada Sabtu, 21 September. Hari itu, ribuan orang berkumpul di sekitar Klenteng Boen Tek Bio, menanti dimulainya prosesi.
Acara dimulai dengan upacara pembukaan yang khidmat di dalam klenteng. Para pemuka agama memimpin doa dan persembahan, memohon berkah dan perlindungan bagi masyarakat. Suasana spiritual yang kental terasa di setiap sudut klenteng.
Setelah upacara pembukaan, dimulailah arak-arakan yang dinanti-nantikan. Patung Dewi Kwan Im Hud Couw, dihiasi dengan indah dan diusung oleh puluhan orang, keluar dari gerbang klenteng diiringi musik tradisional dan tepuk tangan meriah para pengunjung.
Rute arak-arakan melewati beberapa jalan utama di Tangerang, termasuk Jalan Cilangkap dan Jalan Kali Pasir. Di sepanjang jalan, warga berjejer untuk menyaksikan prosesi, banyak di antaranya ikut berdoa dan memberikan persembahan.
Partisipasi Masyarakat yang Mengesankan
Yang membuat Gotong Toapekong 2024 istimewa adalah partisipasi masyarakat yang luar biasa. Tidak hanya dari komunitas Tionghoa, tapi juga dari berbagai latar belakang etnis dan agama.
“Saya bukan keturunan Tionghoa, tapi saya merasa terpanggil untuk ikut merayakan,” ujar Asep, salah seorang warga Tangerang yang hadir. “Ini adalah bukti keindahan keberagaman budaya di kota kami.”
Banyak pengunjung yang mengenakan pakaian tradisional Tionghoa, menambah kemeriahan suasana. Beberapa komunitas seni lokal juga turut berpartisipasi, menampilkan tarian barongsai dan atraksi budaya lainnya di beberapa titik sepanjang rute arak-arakan.
Dampak Gotong Toapekong terhadap Masyarakat dan Ekonomi Lokal
Perayaan Gotong Toapekong tidak hanya memiliki makna budaya dan spiritual, tetapi juga membawa dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi Tangerang.
Mendorong Pariwisata dan Ekonomi Lokal
Ritual yang hanya diadakan setiap 12 tahun sekali ini menjadi daya tarik wisata yang kuat. Ribuan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, berdatangan ke Tangerang untuk menyaksikan Gotong Toapekong 2024.
“Okupansi hotel-hotel di Tangerang meningkat drastis selama periode perayaan,” ungkap Hendra Wijaya, perwakilan dari Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Tangerang. “Ini tentu berdampak positif bagi perekonomian lokal.”
Tidak hanya sektor perhotelan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sekitar area perayaan juga mendapat keuntungan. Penjual makanan, cinderamata, dan jasa lainnya mengalami peningkatan omzet yang signifikan.
Memperkuat Kohesi Sosial
Lebih dari sekadar acara budaya, Gotong Toapekong menjadi momen penting untuk mempererat hubungan antar komunitas di Tangerang. Keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam perayaan ini menciptakan rasa kebersamaan dan saling pengertian.
“Gotong Toapekong mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan dan merayakan keberagaman,” kata Dr. Siti Nuraini, seorang sosiolog dari Universitas Indonesia. “Ini adalah contoh nyata bagaimana tradisi budaya bisa menjadi jembatan pemersatu masyarakat.”
Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan
Meski Gotong Toapekong 2024 berlangsung sukses, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan di masa depan.
Melestarikan Autentisitas di Era Modern
Salah satu tantangan utama adalah bagaimana menjaga keaslian ritual di tengah modernisasi. “Kami ingin Gotong Toapekong tetap relevan bagi generasi muda, tanpa kehilangan esensi spiritualnya,” ungkap Ruby Santamoko, Ketua Badan Pengurus Perkumpulan Boen Tek Bio.
Upaya pelestarian ini melibatkan dokumentasi yang cermat, pendidikan budaya untuk generasi muda, dan adaptasi yang hati-hati terhadap perkembangan zaman.
Mengelola Dampak Pariwisata
Meningkatnya jumlah wisatawan juga membawa tantangan tersendiri. Pengelolaan kerumunan, kebersihan lingkungan, dan keamanan menjadi fokus utama panitia penyelenggara.
“Kami berkomitmen untuk menyelenggarakan Gotong Toapekong secara bertanggung jawab,” tegas Liem Siu Liang. “Kami ingin ritual ini memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya dan lingkungan.”
Penutup: Merayakan Keberagaman Melalui Tradisi
Gotong Toapekong 2024 telah membuktikan bahwa tradisi kuno masih memiliki relevansi dan daya tarik di era modern. Ritual ini bukan hanya tentang melestarikan warisan budaya, tapi juga tentang membangun jembatan pemahaman antar komunitas.
Saat kita menantikan Gotong Toapekong berikutnya di tahun 2036, kita diingatkan akan kekayaan budaya Indonesia yang luar biasa. Dalam keberagaman inilah kita menemukan kekuatan dan keindahan bangsa ini.
Bagi Anda yang tertarik untuk mendalami lebih lanjut tentang Gotong Toapekong atau ingin berpartisipasi dalam pelestarian budaya Tionghoa di Indonesia, jangan ragu untuk menghubungi Yayasan Boen Tek Bio atau Dinas Kebudayaan Kota Tangerang. Mari bersama-sama menjaga dan merayakan warisan budaya kita untuk generasi mendatang.