Ibu dan Anak Raih Perak di PON 2024 – Kisah Christine Ferliana dan Cindy Marcella Putri
Medan – Ketegangan dan kegembiraan menyelimuti Lapangan Tenis Meja PON XX di Medan ketika Christine Ferliana, 42 tahun, berlaga di ganda putri berdampingan dengan putrinya, Cindy Marcella Putri, 20 tahun. Keduanya, mewakili Jawa Timur, berhasil meraih perak di nomor beregu, meskipun gagal menorehkan medali di nomor ganda putri.
Kisah mereka, sejalan dengan semangat PON 2024, menjadi inspirasi bagi banyak masyarakat Indonesia. Keduanya membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk menggapai mimpi, sementara keterlibatan keluarga dalam olahraga memperlihatkan dukungan dan kebersamaan.
Christine, seorang atlet tenis meja senior berpengalaman, telah merasakan manisnya mendapatkan medali di berbagai ajang nasional maupun internasional, termasuk SEA Games. Sementara Cindy, yang juga menunjukan potensi besar sebagai atlet muda, baru pertama kali merasakan suasana kompetisi tingkat nasional seperti PON.
"Ini merupakan PON kedua bagiku," ujar Christine kepada VOXNES, di Medan, Senin. "Sebelumnya sudah pernah berlaga di kejuaraan nasional kemarin."
Kejuaraan nasional tenis meja memang menjadi momentum penting bagi atlet Indonesia, terutama setelah babak kualifikasi PON dan sebelum pelaksanaan PON sendiri. Christine, yang telah enam kali mengikuti PON, tidak ragu berbagi pengalamannya dengan Cindy saat bersiap menghadapi para lawan.
Cindy, yang mengaku antusias dapat berpasangan dengan ibunya, mengakui bahwa bimbingan Christine sangat membantu dalam menghadapi tekanan dan tantangan pertandingan tingkat nasional.
"Mama itu sudah berpengalaman di PON, jadi bisa membimbing saya yang baru pertama kali," ungkap Cindy, yangaffectionately menyebut ibunya dengan sebutan "mama."
Christine, yang dikenal sebagai sosok yang disiplin dan penuh semangat, pun tidak segan mengasah kemampuan anaknya di lapangan.
"Sering, sih," ucap Christine sambil tersenyum. "Lebih cerewet sih, karena kita kan kepingin hasil terbaik. Lebih cerewet ya pasti."
Perjalanan Seharga Perak
Perjalanan keduanya di PON 2024 tidaklah mudah. Mereka berhasil menundukkan pasangan ganda putri Lampung dengan skor telak 3-0 di babak 16 besar. Tapi, perjuangan Christine dan Cindy harus dihentikan di babak perempat final oleh pasangan Bali, Devi Yanti Nurrahman dan Ni Ketut Devinta Maharani. Pertandingan yang berlangsung menegangkan tersebut berakhir dramatis dalam lima set, dengan skor deuce 10-10 di set terakhir. Sayangnya, pasangan Bali berhasil merebut poin akhir dengan skor 12-10, membuyarkan harapan Christine dan Cindy untuk melaju ke semifinal.
Meski tidak meraih medali di nomor ganda putri, pasangan ibu-anak ini kembali menunjukkan kualitasnya di nomor beregu putri. Berpadu dengan atlet Jatim lainnya, Siti Aminah dan Dwi Oktaviani Sugiarto, mereka berhasil meraih medali perak dan berdiri di podium kemenangan bersama.
Legasi Atletik dan Keluarga
Keberhasilan Christine Ferliana dalam dunia tenis meja hampir menjadi legenda. Sejak tahun 1999 hingga 2011, ia telah menorehkan 11 medali SEA Games, dua perak dan sembilan perunggu, di nomor tunggal putri dan ganda putri.
Puncak perasaannya pada PON XLI di Jawa Barat, tahun 2016, ketika ia berhasil meraih medali emas dalam nomor tunggal putri. Kebahagiaan itu diulang kembali di PON
2024 melalui eksistensi putri tercintanya di gelanggang tenis meja.
Kisah Christine dan Cindy memberikan contoh kepada banyak orang mengenai pentingnya dukungan keluarga dalam mencapai cita-cita. Lebih dari itu, kisah mereka adalah bukti bahwa semangat pantang menyerah dan kerja keras dapat menghasilkan prestasi yang membanggakan, terlepas dari usia dan keterbatasan lainnya.