Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diprediksi akan menjadi bagian integral dari sistem kelistrikan Indonesia, namun not belum secepatnya memasuki sistem kelistrikan. Suroso Isnandar, Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero), mengungkapkan dalam sebuah briefing media, bahwa PLTN diperkirakan akan beroperasi komersial mulai tahun 2034, tertunda sekitar dua tahun dari target pemerintah yang dijadwalkan pada tahun 2032.
Keputusan ini didasarkan pada simulasi yang dilakukan PLN menunjukkan bahwa kebutuhan untuk energi baru nuklir akan bermunculan mulai tahun 2034 ke depannya.
Rencana Strategis PLN dan Target Energi Terbarukan
Saat ini, PLN tengah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2024-2033. RUPTL ini
menargetkan penggunaan 75% pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dan sisanya 25% berasal dari gas. Namun, dalam rencana RUPTL yang dikenal sebagai Accelerated Renewable Energy Development (ARED) PLTN belum termasuk dalam kelistrikan Indonesia.
Rupanya, waktu penyusunan RUPTL yang berperiode 10 tahun menjadi alasan utama .
“RUPTL yang saat ini sudah disusun kan periodenya 2024-2033. Karena secara regulasi RUPTL 10 tahun. Sehingga, PLTN itu belum masuk RUPTL,” jelas Suroso.
Kehadiran PLTN bersifat penting untuk mendukung transisi energi Indonesia. PLN siap melakukan studi kelayakan terkait pembangkit listrik nuklir di Indonesia dengan mengadaptasi teknologi reaktor modular kecil yang lebih efisien dan aman.
Pertimbangan Strategis Dibalik Melancarnya PLTN di Indonesia
Para ahli mengungkap berbagai faktor yang turut memengaruhi masa depan PLTN di Indonesia. Abra Talattov, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan bahwa pembangkit listrik nuklir baru menjadi sumber listrik bersih di Tanah Air pada 2034 karena pertimbangan dari sisi suplai dan permintaan energi baru.
Memiliki potensi energi bersih yang sangat besar, mencapai 3.687 gigawatt (GW), pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengalokasikan sumber-sumber energi tersebut secara strategis.
“Pemerintah melihat ketersediaan antara suplai dan demand proyeksi permintaan listrik ke depan. Hal ini agar tidak ada mismatch (ketidakcocokan) antara pasokan dan permintaan,” ungkap Abra.
Pentingnya Kesiapan Sumber Daya Manusia dalam Peluncuran PLTN
Selain pertimbangan suplai dan permintaan, pembangunan PLTN juga membutuhkan kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal.
“”Bagaimana pemerintah ketika mau membangun PLTN itu harus siap semuanya. Dari sisi SDM, dari sisi teknologinya. Jangan sampai kita juga dalam pengembangan EBT tetapi kita justru masih sangat tergantung dengan teknologi dari luar negeri,” tegas Abra.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, Indonesia pun menunjukan komitmen untuk bertransformasi menuju sumber energi bersih yang berkelanjutan, di mana PLTN memiliki peran yang vital.