PT Medela Potentia Tbk (MDLA) berencana untuk melakukan penawaran umum pertama kali di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sesuai dengan data yang ada di situs web e-initial public offering (IPO), perusahaan ini akan menjual sebanyak 3,5 miliar saham, setara dengan 25% dari total modal yang telah disetorkan serta nantinya akan tercatat sebagai bagian dari kepemilikan publik pasca IPO.
Di belakang IPO MDLA ada tokoh super kaya di balik perusahaan farmasi besar, Dexa Group. Jika kita melihat susunan pemegang saham MDLA sebelum penawaran umum perdana ini, semua saham yang sudah diposisikan dan sepenuhnya disetorkan hanya dimiliki oleh dua investor mayoritas. Dr. Hetty Soetikno memegang 88%, yakni sekitar 9,24 miliar saham, sementara PT Ekon Prima memiliki bagian sebesar 12% atau setara dengan 1,26 miliar saham.
Jumlah total saham yang telah ditawarkan dan sepenuhnya dimasukkan sebelum penawaran umum perdana (IPO) adalah 10,5 miliar saham dengan nilai nominal senilai Rp 210 miliar. Sesudah pelaksanaan IPO, konfigurasi kepemilikan saham berubah karena adanya investor publik atau massa memegang 500 juta saham, setara dengan 25% dari jumlah keseluruhan saham yang ada di pasaran.
Kepemilikan oleh Dra. Hetty Soetikno disesuaikan menjadi 66%, dengan jumlah saham tetap sebanyak 9,24 miliar lembar. Sementara itu, kepemilikan PT Ekon Prima berkurang menjadi 9%, dan jumlah sahamnya masih bertahan di angka 1,26 miliar lembar.
- Perekrutan Direktur Utama di BUMN Semakin Intens Sebelum RUPS, Berikut Nama-nama Calon Terasa
- Persiapan BCA Siapkan Pembagian Dividen Idul Fitri Sebesar Rp250 Per Saham, Lihat Jadwal Selengkapnya
- Pemimpin Blue Bird (BIRD) Ungkapkan Performa 2024, Berapa Nilai Pembagian Dividen yang Mungkin?
Hetty Soetikno adalah orang kaya berkat kesuksesan grup perusahaan farmasi Dexa Group. Grup Dexa Medica dibentuk di Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1969.
Perusahaan tersebut berhasil mengirimkan barang-barangnya ke 4 benua yaitu Amerika, Eropa, Afrika, serta Asia. Bisnis ini didirikan oleh mantan Letnan Kolonel yang juga Ahli Penerbangan, Drs. Rudy Soetikno (Ko Khing Tik) yang sudah meninggal.
Selanjutnya, Rudy mendirikan Dexa Medica bersama istrinya, Hetty Soetikno, yang turut serta menjadi co-founder. Mereka mengawali bisnis ini dengan membuka sebuah apotek kecil di kota Palembang.
Kini, Dexa Medica Group dikendalikan oleh Ferry Abidin Soetikno sebagai CEO, anak laki-laki tertua Rudy dan Hetty. Pemegang saham lainnya dalam grup perusahaan Dexa Medical mencakup Roy Soetikno dan Grace Soetikno.
Tetapi, bisakah Dexa Medica Group juga melakukan listing di Bursa Efek Indonesia?
“Sampai saat ini belum ada namun apa yang belum ada tetapi mungkin ada, kita coba satu per satu,” ungkap Direktur Utama Medela Potentia, Krestijanto Pandji, saat ditemui di Jakarta pada hari Senin (17/3) lalu.
Saat ini, Medela Potentia mengirimkan produknya ke pasar internasional lewat PT Anugrah Argon Medica serta bersama Dynamic Argon Co.LTD, perusahaan yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam pendistribusion alat kesehatan di Kamboja. Sementara itu, untuk urusan penjualan dan pemasaran di tanah air, mereka bekerja sama dengan PT Djembatan Dua.
Medela saat ini sudah mendirikan sebuah perusahaan manufaktur medis melalui PT Deca Metric Media. Perusahaan ini menghasilkan produk untuk dressing luka. Sementara itu, layanan marketing digital dikelola oleh PT Karsa Inti Tuju Askara yang lebih dikenali dengan nama singkatnya, KITA.
Prospek Bisnis Medela Potentia
Krestijanto Pandji juga menyatakan bahwa struktur dasar perusahaan yang kuat dan karakter bertahan lama dari sektor kesehatan adalah elemen penting untuk mendorong perkembangan berkelanjutan. Menurutnya, jumlah perusahaan di bidang kesehatan yang telah go public relatif sedikit.
Walaupun pasarnya tidak menentu, mereka masih yakin karena sektor kesehatan senantiasa diperlukan di segala situasi. Bahkan pada masa pandemi, sementara bidang seperti pariwisata dan penerbangan mengalami kesulitan, permintaan untuk jasa kesehatan tetap konstan.
“Orang tidak dapat menghindari penyakit, oleh karena itu kebutuhan akan peralatan medis tetap berlanjut,” papar Krestijanto saat memberikan keterangan pers di Jakarta, pada hari Kamis (13/3).
Pandji juga menyatakan bahwa perusahaannya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sebesar 11-12% di tahun 2025 dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada tahun sebelumnya. Di tahun 2024, Medela Potentia melaporkan pendapatan senilai Rp 14,5 triliun dan keuntungan bersih sebesar Rp 341 miliar.
Peningkatan efisiensi bisnis dipacu oleh beberapa elemen, di antaranya merupakan agenda reformasi sektor kesehatan yang digalakkan pemerintah. Pertumbuhan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, serta skema implementasi model tunggal mulai Juli 2025, diyakin dapat memperluas jangkauan publik dalam mendapatkan fasilitas kesehatan dan menggunakan perlengkapan kedokteran.
Di samping itu, perusahaan mengidentifikasi kesempatan berdasarkan peningkatan konstruksi rumah sakit di Indonesia. Kini, proporsi ranjang rumah sakit di negara kita masih termasuk rendah, yaitu kira-kira 1,04 untuk setiap 1.000 orang, dibandingkan dengan Malaysia yang nyaris mendekati angka dua ranjang per 1.000 jiwa.
Banyak organisasi medis, termasuk Mitra Keluarga, Primaya, dan Siloam, terus memperluas jaringannya dengan mendirikan lebih banyak rumah sakit. “Permintaan akan peralatan kesehatan yang canggih naik secara otomatis bersamaan dengan perkembangan ini,” katanya.