Voxnes.com
,
Jakarta
– Kelompok dosen dari berbagai organisasi kemasyarakatan mengakui bahwa mereka tidak merasa kaget dengan hal tersebut.
revisi UU TNI
Yang sedang diulas oleh DPR dan pemerintahan tersebut akan segera ditetapkan. Perubahan aturan ini mendapat penilaian negatif dari masyarakat.
Dosen di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, dan juga bagian dari organisasi Hukum Konstitusi dan Administratif (CALS), Herdiansyah Hamzah menyebutkan bahwa selain didiskusikan dengan cara tidak teratur, secara formal Rancangan Undang-Undang Tentang TNI sesungguhnya bukanlah salah satu rancangan undang-undang yang termasuk dalam daftar legislatif nasional prioritas untuk tahun 2025.
”
RUU TNI
Juga belum termasuk dalam daftar prioritas prolegnas, namun pembahasan mengenainya terus dilanjutkan,” ujar Herdiansyah ketika dihubungi pada hari Senin, tanggal 17 Maret 2025.
Menurutnya, isi dari Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia dipenuhi dengan kepentingan politik kekuasaan. Ini terlihat dalam cara Dewan Perwakilan Rakyat lebih banyak mendukung rancangan pasal-pasal yang mencoba membangkitkan kembali
dwifungsi TNI
.
Herdiansyah menyatakan selanjutnya bahwa DPR yang merupakan wujud dari perwakilan masyarakat malahan mengambil sikap yang bertentangan dengan posisinya sebagai pihak yang harus mendukung rakyat. Sebagai contoh, mereka antusias dalam membahasRUU Tentara Nasional Indonesia (TNI) di sebuah hotel bintang lima pada hari libur akhir pekan.
“Bila benar-benar ingin bersikap obyektif serta sejalan dengan kebutuhan publik, maka yang harus dipromosikan ialah proposal pengadilan militer, daripada menambah umur pensiun atau meluaskan kewenangan,” jelasnya.
Beberapa minggu terakhir ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintahan gencar mendiskusikan Rancangan Undang-Undang Tentang TNI. Beberapa pasal yang diajukan oleh pihak pemerintah dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari rancangan undang-undang itu menghadapi berbagai kritik serta penentangan.
Pasal tersebut mencakup berbagai aspek seperti pemberian kesempatan kepada prajurit aktif untuk menjabat dalam posisi sipil, peningkatan batas usia pensiun bagi prajurit, dan pengembangan otoritas mereka. Semua hal ini dianggap sebagai langkah regresif terhadap demokrasi karena mendorong pembaruan fungsi militer secara ganda.
Baru-baru ini, diskusi tentang Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) digelar dengan tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta. Akibatnya, hal itu mendapat kritikan tajam dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Meski demikian, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana untuk terus melanjutkan proses pembahasan RUU TNI pada hari ini di area gedung Parlemen Senayan.
Anggota dewan dari Dewan Perwakilan Rakyat menyebutkan bahwa rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia diproyeksikan akan diajukan dalam sidang pleno berikutnya yang direncanakan pada hari Kamis, tanggal 20 Maret 2025 agar dapat ditetapkan sebagai peraturan negara.
Deputi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad serta Ketua Tim Pengawal dan Pembina Kebijakan Publik
RUU TNI
Utut Adianto belum membalas pesan konfirmasi tersebut.
Tempo
tentang penyahkan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia menjadi peraturan yang sah dalam pertemuan paripurna selanjutnya.
Pesan yang dikirim lewat WhatsApp tersebut baru mengindikasikan adanya dua tanda centang abu-abu, berarti pesan sudah terkirim namun belum dibaca.