Kemarahan Tiga Organisasi Islam di DIY: Toko miras semakin tak terkendali
Yogyakarta, 20 September 2021 – Penolakan tegas diutarakan oleh tiga organisasi Islam besar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, dan Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DIY. Pernyataan sikap ini hadir menyusul meningkatnya jumlah toko minuman keras (miras) di DIY, yang dianggap semakin tak terkendali dan menimbulkan kekhawatiran bersama.
Ketiga organisasi ini mengklaim bahwa penyebaran toko miras di DIY telah melampaui batas wajar dan mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama kaum muslim yang mayoritas memeluk ajaran Islam. Menurut mereka, keberadaan toko miras yang mudah diakses justru membelakangi nilai-nilai moral dan agama yang seharusnya menjadi pondasi bagi masyarakat di Yogyakarta.
Berdirinya Toko Miras di DIY, Khawatirkan Dampak Negatifnya
Dalam pernyataan sikap bersama yang dikeluarkan pada Jumat (20/9) , ketiga organisasi ini menyoroti berbagai dampak negatif dari maraknya toko miras di DIY. Mereka mencatat bahwa konsumsi miras telah menjadi faktor pemicu berbagai masalah sosial, mulai dari kriminalitas, perusakan moral, hingga gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pernyataan ini juga menyinggung dampak negatif terhadap kesehatan, terutama bagi individu yang kecanduan miras. Data statistik yang pernah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa konsumsi miras memiliki korelasi erat dengan berbagai penyakit kronis seperti kanker hati, penyakit jantung, dan gangguan mental.
"Keberadaan toko miras yang semakin masif di DIY dan mudah diakses oleh masyarakat, khususnya anak muda, ini merupakan ancaman nyata bagi generasi penerus bangsa," tegas salah satu perwakilan dari ketiga organisasi Islam.
Miras di DIY, Setara dengan Es Teh di Angkringan
Dalam pernyataan sikap yang kontroversial, ketiga organisasi juga mengkritik lemahnya pengawasan terhadap penjualan miras di DIY. Mereka menyinggung bahwa proses pembelian miras di DIY tidak berbeda jauh dengan pembelian es teh di angkringan, yang dianggap sebagai bentuk kelalaian dan ketidakpedulian pemerintah dalam menerapkan peraturan perundang-undangan yang ada.
"Perizinan toko miras yang mudah dan pengawasan yang lemah, seolah-olah pemerintah DIY mendukung dan mengabaikan bahaya miras bagi negara dan bangsanya," pungkas pernyataan sikap yang meraup sorotan publik.
Pernyataan ini memancing reaksi beragam di masyarakat, dengan sebagian pihak mendukung dan prihatin terhadap kondisi yang diungkapkan oleh ketiga organisasi agama, sementara pihak lain menilai pernyataan ini berlebihan dan sarat dengan sentimen politik.
Memeprosnya isu ini di VOXNES menandai perlunya perdebatan publik yang sehat dan konstruktif tentang dampak sosial dan ekonomi dari penjualan miras di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah dengan mayoritas penduduk muslim.