Voxnes.com
Pakar politik Rocky Gerung mencurigai bahwa pertemuan Panja RUU TNI yang diselenggarakan di sebuah hotel mewah berjalan secara tertutup.
Rapat dilangsungkan di Hotel Fairmont Jakarta yang berbintang lima mulai dari tanggal 14 hingga 16 Maret 2025.
Komisi I dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama dengan pemerintah telah menetapkan agenda untuk membahas daftar inventaris masalah atau DIM pada tingkatan kelompok kerja (Panja).
Pertemuan awal tersebut dihadiri oleh beberapa kelompok masyarakat sipil yang bekerja sama.
Tiga anggota dari kalangan masyarakat umum memaksakan diri untuk membongkar dan mengganggu pertemuan kerja yang sedang mendiskusikan rancangan undang-undang tentang TNI itu.
Akhir dari kegiatan itu, pengawalan di Hotel Fairmont diperkuat.
Sementara itu, Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang terletak di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat dilaporkan dikunjungi oleh tiga individu tak dikenal pada Minggu (16/3/2025) dinihari.
Kecurigaan Rocky Gerung
Rocky Gerung mengkritik pertemuan di tempat penginapan berkelas tersebut sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip efisiensi.
Rapat pribadi yang digelar di hotel berkelas diduga kuat bertujuan untuk menghindari campur tangan dari publik.
“Apakah kelak akan terdapat suatu draf yang tak disebarluaskan kepada masyarakat umum agar diskusi publik tidak ikut serta dalam proses perbincangan?” ungkap Rocky melalui kanal YouTube-nya berjudul Rocky Gerung Official, disiarkan Jumat (15/3/2025).
Rocky juga mengomentari tentang peregangan peran militer ke sektor sipil dalam rancangan ubahan UU TNI tersebut.
Kini mulai ditanyakan pula apakah ruang bagi militer untuk kembali ke ranah sipil akan diperluas.
“Sekali pun kita paham kalau masalah pada sistem rekrutmennya sipil malahan membuat seakan-akan cuma boleh dikelola oleh militer. Sebenarnya, proses rekruitmen sipil tersebut lah yang harus ditambah keketatannya,” terangnya.
Perlu diinformasikan bahwa Komisi I DPR sedang mengkaji perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia bersama dengan pemerintah mulai Selasa (12/3/2025).
Perubahan Undang-Undang Tentang TNI ini meliputi penebaran batas umur untuk masa bakti militer serta perluasan tempat penempatan personel yang masih aktif di kementerian atau lembaga lainnya.
Secara khusus, penyempurnaan aturan tersebut dimaksudkan untuk mengatur tambahan lamanya masa tugas keprajuritan sampai dengan umur 58 tahun bagi bintara serta tamtama, sedangkan lama berkewangan bagi perwira bisa diperpanjang hingga usia 60 tahun.
Di samping itu, terdapat pula opsi untuk memperpanjang masa kerja sampai usia 65 tahun bagi para prajurit yang menempati posisi fungsional.
Selanjutnya, perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini juga bakal memodifikasi ketentuan tentang penempatan personel aktif di dalam kementerian atau lembaga pemerintah, seiring dengan pertambahan permintaan untuk menugaskan anggota TNI kepada berbagai kementerian dan lembaga.
Suasana Rapat
Menurut laporan Tribunnews.com, diskusi mengenai Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menarik perhatian sejumlah orang. Alasannya, pertemuan tersebut dilangsungkan di sebuah hotel bergengsi yang terletak kira-kira 2 kilometer jauhnya dari gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Tribunnews mengunjungi tempat pertemuan PanjaRUU TNI pada hari Sabtu (15/3/2025) petang.
Di tempat kejadian, pertemuan itu diselenggarakan di Ruangan Ruby 1 dan 2 yang berada di lantai tiga, Hotel Fairmont Jakarta.
Ketika sampai di tempat, beberapa staf dari anggota Komisi I DPR RI nampak duduk di area lobi Ruby 1 dan 2.
Saat itu, ruang pertemuan untuk Rancangan Undang-Undang Tentang TNI tampak tertutup dan diawasi oleh petugas keamanan dari hotel tersebut. Jurnalis juga diperintahkan untuk menunggu di area luar ruang rapat.
Tribunnews pernah menyaksikan keadaan dalam ruang pertemuan PanjaRUU TNI yang diadakan dengan tertutup tersebut. Di sini, tata letak tempat duduk dan mejanya disusun menyerupai bentuk huruf U.
Layar raksasa dengan ukuran sekitar 4×3 meter dipasang di hadapan barisan kursi dan meja.
Pemimpin Komisi I DPR RI Utut Adianto tampak berada di tengah dengan posisi menghadap layar.
Di samping itu, posisi di sebelah kanan dan kiri ditempati oleh perwakilan Pemerintahan beserta anggota Panja.
Menteri Pembela Tanah Air Republik Indonesia, Donny Ermawan Taufanto, serta wakil dari Menteri Sekretariat Negara, Bambang Eko Surihayanto, berada di dalam ruangan itu.
Pada saat bersamaan, beberapa staf duduk di deret belakang sambil menggunakan laptop yang terbuka.
Pertemuan tersebut mencakup partisipasi sebanyak 18 anggota Panja hailing from beberapa kelompok fraksi, yaitu Fraksi PDIP dengan 4 orang, Fraksi Partai Golkar dengan 3 orang, Fraksi Partai Gerindra juga dengan 3 orang, Fraksi Partai NasDem memiliki 2 orang, sementara itu Fraksi PKB ada 1 orang, Fraksi PKS punya 1 orang, Fraksi PAN terdiri atas 2 orang, serta Fraksi Partai Demokrat diwakili oleh 1 orang.
Tribunnews mencatat pula bahwa para anggota Komisi I DPR RI yang hadir dalam pertemuan tersebut nampak memakai busana batik dengan rapi. Akan tetapi, tidak seluruhnya kelihatan menggunakan pins resmi DPR yang dipasangi pada bajunya masing-masing.
Ruang Rapat Dibuka Paksa
Sekitar waktu untuk buka puasa atau sekitar pukul 17.40 WIB, tiga individu yang berasal dari kalangan masyarakat umum memaksakan masuk dan mengganggu pertemuan kerja tentang pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia itu.
Kelompok masyarakat sipil dari Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memprotes dengan menampilkan poster penolakan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, kemudian secara tiba-tiba masuk ke dalam ruang pertemuan dan berteriak keras tentang penolakan tersebut. Pertemuan itu sempat tertunda sesaat karena situasinya.
Mereka melakukan protes terhadap pembahasan Revisi UU TNI yang dilakukan secara tertutup di sebuah hotel berkelas dan menyuarakan penolakannya atas beberapa pasal dalam revisi tersebut karena dianggap melebarkan wawasana Dwi Fungsi ABRI.
Petugas keamanan bertindak dengan sigap dan mengharuskan mereka untuk pergi. Tercatat adanya beberapa konflik fisik antara petugas keamanan dengan pihak civitas academica itu.
“Warga, pada kesempatan kali ini kami telah mengetahui bahwa penyusunan kembali Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia berlangsung tersembunyi di Hotel Fairmont. Kami sadar betul kalau tempat itu merupakan sebuah akomodasi mewah; fakta tersebut diperoleh melalui sumber-sumber media. Kegiatan ini bukan saja tak disampaikan ke publik dengan transparansi, namun tampaknya disembunyikan sehingga membuat kami bertanya-tanya tentang motif pelaksanaan diskusi Rancangan UUD TNI dalam kerahasiaan,” ungkap wakil civik tersebut.
Mereka pun mengantarkan surat terbuka agar dapat menyampaikan saran ke Komisi I DPR guna memundangkan tahap diskusi Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia.
“Dalam esensinya, kami mempertimbangkan dan menilai secara mendalam sebelum merestart fungsi ganda militer. Karena itu, kedatangan kita di tempat ini mendorong untuk mengakhiri proses tersebut yang tidak sesuai dengan arah kebijakan nasional tentang efisiensi,” jelasnya.
“Isu tersebut sangat terpisah dari niat untuk melenyapkan dualisme peran militer dan juga berada jauh dari arus reformasi dalam sektor keamanan di Indonesia,” lanjutnya.
Setelah peristiwa tersebut, keamanan ruang sidang PanjaRUU TNI diperkuat. Beberapa petugas keselamatan dari hotel ditugaskan di berbagai gerbang area pertemuan.
Petugas pun mengonfirmasi siapa saja yang memasuki area di sebelah ruang rapat Panja.
Dua individu yang memakai baju batik lengan panjang dan sepatu PDH sedang menjaga di gerbang masuk ruangan pertemuan itu.
Mereka kelihatan memantau gerakan tiap individu yang melewati zona tersebut.
Pilih Bungkam
Sekitar pukul 22:33 WIB, anggota tim kerja untuk Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) perlahan-lahan keluar dari ruang sidang.
Ini juga mengindikasikan bahwa sidang panja Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk hari kedua sudah usai. Tetapi pada kesempatan itu, tidak ada pihak yang bersedia memberi komentar tentang pertemuan tertutup tersebut.
Pemimpin Komisi I DPR RI Utut Adianto juga enggan memberikan komentar saat para jurnalis menantinya di depan pintu keluar rapat tersebut.
Ia tidak merespons saat dilanda serangan pertanyaan dari para jurnalis terkait rapat Panja hari itu.
“Tidak, cukup, sudah,” kata Utut seraya mengayunkan tangannya lalu pergi.
Kontras Didatangi OTK
Kantor Kontras diserbu OTK pada Minggu (16/3/2025) dini hari. Mereka tiga orang menyatakan diri sebagai perwakilan media.
Namun, ketiga orang tersebut tidak menyebutkan sumber informasi mereka. Mereka pun enggan memaparkan tujuan kunjungan mereka ke kantor KontraS.
“Dini hari ini (Minggu), lebih spesifik pada pukul 00:16, Kantor KontraS dikunjungi oleh tiga individu tak dikenal yang menyatakan diri mereka sebagai perwakilan media,” jelas Wakil Koordinator Bidang Luar KontraS, Andrie Yunus, melalui pernyataan resmi, Minggu lalu, seperti dilaporkan Kompas.com.
Pada saat yang sama, lanjut Andrie, dia menyatakan menerima panggilan aneh dari sebuah nomor asing.
Andrie mencurigai bahwa insiden tersebut adalah serangan teroris setelah tim mereka menyerbu pertemuan kerja bersama (Panja) yang sedang menyusun RUU Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Hotel Fairmont Jakarta pada hari Sabtu dan Minggu, 15-16 Maret 2025.
“Saat yang sama pula, saya menerima tiga telpon dari nomor asing,” jelas Andrie.
“Saya mencurigai hal ini berkaitan dengan serangan teroris yang dialami oleh kami setelah koalisi masyarakat sipil dan saya mengecam proses pembaharuan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia,” katanya.
Diketahui juga, Andrie ikut serta dalam penggeledahan rapat Panja RUU TNI di Fairmont.
Pada kesempatan tersebut, Andrie beserta kawan-kawannya dari Koalisi Masyarakat Sipil, mengambil sikap tegas dengan menentang diskusi tentang Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang berlangsung tanpa keberadaan publik. Selain itu, mereka juga menyuarakan penolakan atas eksistensi dwifungsi ABRI.
Andrie berseru, ‘Kami tidak setuju dengan diskusi tersebut dilakukan di dalam. Kami juga menentang dualisme fungsi ABRI,’
Berujung Laporan Polisi
Terkait upaya penghalangan pertemuan kerja tim untuk Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang digelar di Fairmont oleh Koalisi Masyarakat Sipil, petugas keamanan hotel telah melaporkannya kepada Polda Metro Jaya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengkonfirmasi bahwa mereka sudah menerima laporannya pada hari Sabtu, 15 Maret 2025.
Ade Ary menyebutkan bahwa laporan tersebut diduga melanggar hukum dan mengacaukan keamanan publik.
“Polda Metro Jaya mendapatkan informasi tentang adanya tuduhan pelaksanaan tindakan yang melanggar hukum dengan gangguan ketentraman publik serta perilaku paksa bersama ancaman kekerasan atau pencemaran nama baik terhadap pejabat negara maupun lembaga hukum di Indonesia,” demikian penjelasan Ade Ary pada hari Minggu saat memberikan statementnya.
Dia menyebutkan bahwa yang bersangkutan dilaporkan atas tuduhan Pasal 172 serta/atau Pasal 212 serta/atau Pasal 217 serta/atau Pasal 335 serta/atau Pasal 503 serta/atau Pasal 207 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 mengenai Kitab Hukum Pidana (KUHP).
Terpisah, otoritas keamanan di Fairmont menyatakan tidak mengetahui tentang laporan RYR ke Polda Metro Jaya terkait insiden penggeruduan dalam pembahasanRUU Tentang TNI.
RYR dikenal menyatakan dirinya sebagai petugas keamanan di Fairmont ketika melaporkan ke Polda Metro Jaya, pada hari Sabtu.
Sebagian petugas keamanan menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya orang yang disebut RYR di kalangan mereka.
Bahkan, mereka juga menyatakan tidak mengetahui tentang laporannya kepada Polda Metro Jaya terkait dengan penggusuran rapat Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia.
“Harus diverifikasi terlebih dahulu,” ujar sang petugas keamanan ketika ditanyakan soal laporannya pada hari Minggu.
Di sisi lain, para pemimpin keamanan menyatakan bahwa mereka enggan melaporkan hal tersebut kepada Podla Metro Jaya.
“Bila ingin melaporkan hal tersebut seharusnya dilakukan oleh pihak pemilik atau pengorganisir acaranya, bukan dari kami,” jelasnya.
“Bila ia merasa terganggu, maka segera laporkan hal tersebut. Kami sih tidak berani,” tegasnya.
(
Voxnes.com
/
Tribunnews.com
)
Akses Voxnes.comdi
Google News
atau
WhatsApp Channel Voxnes.com
Pastikan Tribunners telah menginstal aplikasi WhatsApp ya