MOSKWA, Voxnes.com
Rusia berencana untuk mendapatkan jaminan kuat di dalam setiap perjanjian perdamaian tentang Ukraine, dengan tujuan agar negara-negara NATO tidak menjadikannya sebagai anggotanya serta mencegahnya dari menjadi suatu negara non-berpihak. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Urusan Luar Negeri Rusia, Alexander Grushko, pada pengumuman resmi yang dirilis Selasa (18/3/2025).
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, saat ini tengah mencoba untuk mengamankan dukungan dari Presiden Russia, Vladimir Putin, atas usulan gencatan senjata selama 30 hari yang sebelumnya sudah disetujui oleh Ukraina. Akan tetapi, Putin menegaskan bahwa perjanjian tersebut hanya bisa dipertimbangkan jika mematuhi beberapa persyaratan krusial tertentu.
Duta besar Amerika Serikat untuk masalah Ukraina, Steve Witkoff, menyampaikan hal tersebut.
CNN
Pada hari Minggu lalu disebutkan bahwa Trump direncanakan untuk berbicara dengan Putin pekan ini tentang bagaimana menyelesaikan konflik yang sudah berjalan selama tiga tahun di Ukraina. Witkoff menyampaikan informasi tersebut usai pulang dari pertemuan yang ia deskripsikan sebagai “sangat positif” dengan Putin di Moscow.
Pada suatu percakapan dengan pers asal Rusia,
Izvestia
, tanpa menyebutkan proposal gencatan senjata, Alexander Grushko menekankan bahwa setiap perjanjian perdamaan jangka panjang terkait dengan Ukraina harus sesuai dengan keinginan Moscow.
“Kami akan meminta untuk mengamankan ketahanan dalam sistem perlindungan sebagai bagian dari kesepakatan tersebut,” ujar Grushko, sebagaimana dilaporkan
Izvestia
.
Beberapa bagian dari kesepakatan tersebut perlu menjamin posisi netral Ukraina dan penolakan negara-negara NATO untuk mengikutkan mereka ke dalam aliansi.
Moskwa dengan tegas melawan ide penempatan pengawas NATO di Ukraina, menyatakan Grushko, sambil mengulangi kembali pendirian Kremlin.
Inggris dan Prancis sudah menunjukkan kesiapan mereka untuk mengirim tentara sebagai pemantau gencatan senjata di Ukraina. Sementara itu, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyampaikan bahwa negerinya siap merespon tuntutan serupa jika dibutuhkan.
“Nama apa pun yang digunakan untuk pasukan NATO yang dipersenjatai ke daerah Ukraina tidak masalah, entah itu sebagai bagian dari Uni Eropa, NATO, atau secara nasional,” kata Grushko.
Bila mereka hadir di tempat tersebut, maka artinya mereka diposisikan di area pertempuran dan tentunya hal ini membawa dampak pada satuan tugas mereka sebagai bagian dari perselisihan.
Grushko menyebutkan bahwa pemasangan pengawas yang tak berpersenjata pasca-perang baru bisa di bicarakan setelah kesepakatan perdamaian tercapai.
Kami dapat mendiskusikan pengawas non-bersenjata, misi sipil yang bertugas memantaunya implementasi beberapa elemen dalam perjanjian tersebut, atau mekanisme penjaminannya,” kata Grushko. “Tetapi pada dasarnya hal itu hanyalah janji kosong.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dalam pernyataan yang dirilis minggu lalu menyampaikan bahwa keputusan tentang penempatan pasukan pengawas perdamaian di Ukraina adalah kewenangan Kiev, bukan Moscow.
Grushko mementahkan, mitra Eropa Kiev perlu menyadari bahwa jalan tunggal menuju stabilisasi dalam area tersebut adalah dengan mendiskualifikasi keikutsertaan Ukraina di NATO serta meruntuhkan peluang penempatan tentara luar negeri di daerahnya.
“Selanjutnya, keamanan Ukraina serta wilayah sekitarnya secara keseluruhan akan dipastikan, karena salah satu sumber utama dari perseteruan ini akan dieliminasi,” kata Grushku.