Google Terpaksa Tawari Penjualan Unit Bisnis Iklan Akibat Tekanan Uni Eropa
Jakarta – Dalam sebuah pergerakan yang jarang terjadi, raksasa teknologi Alphabet (Google) resmi menegosiasikan penjualan unit bisnis marketplace iklan AdX kepada Uni Eropa sebagai upaya untuk merelakan tekanan anti-monopoli.
Namun, kesepakatan tersebut buckles oleh para publisher iklan di Eropa, yang menganggap solusi ini tidak menyelesaikan masalah inti. Komisi Eropa telah lama mempertanyakan praktik bisnis Google di industri iklan digital.
Ketegangan antara Google dan Uni Eropa semakin mengkristal menyusul keberatan Dewan Publisher Eropa terkait model bisnis iklan Google. Komisi Eropa, di bawah kepemimpinan Margrethe Vestager, menuduh Google melakukan berbagai praktik untuk mempertahankan dominasinya di industri iklan digital. Ini merupakan kasus keempat yang diajukan Komisi Eropa ke Google.
Dalam kasus sebelumnya, Google tidak pernah menawarkan penjualan aset bisnisnya sebagai bentuk komitmen untuk mengatasi tuntutan anti-monopoli.
Dampak Skala Global
Tekanan dari regulator Uni Eropa mengiringi tuntutan serupa yang muncul dari Amerika Serikat. Regulator AS juga mendesak Google untuk menjual produk Ad Manager, yang mencakup AdX, serta server iklan publisher Google yang dikenal sebagai Doubleclick for Publishers (DFP).
Para publisher di Amerika Serikat dan Eropa menolak proposal Google karena merasa divestasi hanya pada AdX tak cukup. Mereka menekankan bahwa dominasi Google berada dalam setiap level pasokan dan permintaan teknologi iklan.
Ketegangan Mereda?
Bukan hanya penjualan AdX yang menjadi sumber konflik. Google didakwa melakukan praktik anti-kompetisi dengan mengendalikan sistem pengiklan online, memaksa publisher untuk menggunakan produk mereka, dan mematikan pesaing potensial.
Komisi Eropa menolak berkomentar lebih lanjut mengenai posisi mereka, sementara Dewan Publisher Eropa juga belum memberikan tanggapan resmi.
Sebagai respons terhadap tuduhan, Google menyatakan bahwa kasus yang diajukan Komisi Eropa adalah interpretasi salah terhadap industri teknologi iklan. "Industri ini sangat kompetitif dan terus berevolusi. Kami ingin tetap berkomitmen di bisnis ini,” kata juru bicara Google, dikutip dari Reuters, Kamis (19/9/2024).
Satuan Google yang dimintai komentar terkait takut semakin merugikan Google, sehingga mereka memilih untuk tidak memberi pernyataan lebih lanjut dan meninggalkan jalan bagi Komisi Eropa untuk menjalankan investigasinya.
Dominasi Google di Industri Iklan
Pendapatan Google dari iklan, termasuk dari layanan mesin pencari, Gmail, Google Play, Google Maps, YouTube, Google Ad Manager, AdMob, dan AdSense, mencapai US$ 237,85 miliar (Rp 3.633 triliun) pada tahun 2023. Angka ini menyumbang 77% dari total pendapatan Google.
Momen ini menunjukan kembali posisi dominan Google dalam pasar iklan digital global. Tak hanya kontroversial, praktik bisnis Google juga menimbulkan pertanyaan akan wajar tidaknya persentase pendapatan mereka dari iklan,
Menjaga Keseimbangan dalam Industri Teknologi
Kasus ini memberikan gambaran penting tentang pentingnya menjaga keseimbangan dan persaingan di industri teknologi. Dengan modal dan sumber daya yang besar, perusahaan raksasa teknologi seperti Google memiliki pengaruh yang signifikan di pasar global.
Penting bagi regulator seperti Komisi Eropa dan regulator di negara lain untuk memastikan bahwa praktik bisnis mereka tidak merugikan konsumen, perusahaan lain, dan secara lingkungan. Aturan yang jelas dan penegakan yang tegas dibutuhkan untuk menjaga ekosistem teknologi tetap sehat dan inklusif.