Komisi Pemberantasan Korupsi melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa petinggi pemerintahan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan. Tindakan rahasia tersebut berkaitan dengan tuduhan penyuapan yang berhubungan dengan tender proyek di Dinas PUPR OKU.
Pada kasus tersebut, terdapat tiga anggota DPRD OKU yang sudah dinyatakan sebagai tersangka. Mereka dicurigai menginginkan pungutan fee proyek senilai 20% dari Dinas PUPR OKU. Pengiriman uang tersebut dilaksanakan mendekati perayaan Idul Fitri.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menganggap situasi itu sebagai suatu kejadian yang ironis. Pasalnya, KPK sudah merilis Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2015 yang diperuntukkan agar para pejabat tidak menerima gratifikasi di masa peringatan hari raya.
“Kejadian ini jadi sangat Ironis ketika satu hari sebelumnya KPK telah mengeluarkan surat edaran berkaitan dengan Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi menjelang Hari Raya,” kata Budi dalam pernyataannya.
Dalam dokumen tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Budi, disoroti pentingnya agar pejabat negara, pegawai negeri sipil, pengusaha, organisasi profesi, serta masyarakat umum tidak mengambil maupun menawarkan suap.
“Sebab bisa mengarah kepada konflik kepentingan, pelanggaran aturan dan kode etika, serta kemungkinan timbulnya dugaan tindak pidana suap,” jelasnya.
OKU Berada di Zona Tinggi Penyuapan Corruptian
Sebaliknya, Budi menyatakan bahwa hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) di kabupaten OKU tetap berada dalam zona merah yang menunjukkan adanya kerentanan. Pada tahun 2024, kabupaten tersebut berhasil mendapatkan nilai sebesar 63,11.
SPI menggunakan skala 0 hingga 100. Skor yang lebih tinggi menunjukkan penilaian yang lebih baik.
Terdiri dari dua aspek internal di kabupaten OKU yang memperoleh nilai kurang adalah manajemen sumber daya manusia serta pembelian barang dan jasa (PBj).
Budi menyebutkan bahwa KPK sudah memberikan bimbingan untuk meningkatkan manajemen pemerintah kepada Pemkab OKU dengan menggunakan alat bernama Monitoring Center for Prevention (MCP).
Berdasarkan rekam jejaknya, nilai MCP OKU ada di posisi 82. Di antara delapan area utama yang diperhatikan, dua kategori dengan hasil terendah adalah manajemen barang milik daerah (BMD) serta masalah perencanaan anggaran.
“Penangkapan langsung di OKU pun dikonfirmasikan oleh angka MCP ini. Ketika kita memerhatikan lebih teliti, dalam aspek alokasi dana, indikator paling rendahnya berada pada penyusunan APBD, dengan nilai 9, menggunakan skala antara 1 hingga 100,” jelas Budi.
Hasil yang ditemukan oleh KPK ketika melakukan OTT menunjukkan bahwa metode suap ini telah dimulai sejak tahapan awal penyusunan RAPBD 2025.
Oleh karena itu, KPK mengingatkan OKU untuk menyusun langkah-langkah penanganan atas kerentanan korupsi yang sudah diteliti. Hal ini bertujuan supaya perilaku merugikan tersebut tidak kembali terjadi di wilayah mereka.
“KPK pun mengundang masyarakat yang menggunakan layanan publik agar turut serta dalam pemantaun dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan serta kemajuan pembangunan di wilayahnya,” jelas Budi.
Dugaan Penyuapan dalam Proyek Departemen PUPR OKU
Insiden tersebut terkuak ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan di OKU pada hari Sabtu (15/3) lalu. Berdasarkan hasil penyelidikannya, sudah ada enam individu yang dinyatakan sebagai tersangka.
Keenam tersangka itu, yakni:
-
Ferlan Juliansyah sebagai anggota Komisi III DPRD OKU;
-
M. Fahrudin sebagai ketua komisi III DPRD OKU;
-
Umi Hartati sebagai Ketua Komisi II DPRD OKU;
-
Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah;
-
M. Fauzi yang juga dikenal sebagai Pablo mewakili sektor swasta;
-
Ahmad Sugeng Santoso sebagai perwakilan dari sektor swasta.
Insiden tersebut dimulai ketika DPRD OKU sedang mengobrol tentang R-APBD tahun anggaran 2025 di kisaran bulan Januari 2025.
Untuk meloloskan R-APBD tersebut, sejumlah wakil dari DPRD bertemu dengan petinggi Pemda OKU guna mengajukan permohonan terkait Pokir utama.
Oleh karena adanya batasan dana, alokasi tersebut dikurangi hingga mencapai Rp 35 miliar. Walaupun demikian, tentang hal ini masih terus diurus.
fee
-Tetap bertahan di angka 20 persen atau kisaran Rp 7 miliar.
Karena kesepakatan
fee
Demikian, DPRD meningkatkan anggaran APBD OKU tahun 2025 sebesar Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
Berkenaan dengan tindakannya, Kadis PUPR serta sejumlah anggota DPRD OKU yang bertugas menerima suapan terancam oleh pasal-pasal tersebut yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 12 huruf f atau Pasal 12B dari Undang-Undang tentang TindakPidana Korupsi (Tipikor) bersama-sama dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Para penyedia suap dari sektor swasta dapat dipidana berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Antirasuah juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Hukum Pidana.