Jakarta (Voxnes) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (Jatman) untuk segera mengadakan Muktamar menyusul berakhirnya masa khidmat Jatman pada 28 September 2023. Imbauan ini muncul setelah sejumlah mursyid senior bertemu Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf pada awal September 2024, guna membahas kekosongan kepemimpinan dalam tubuh Jatman.
Wakil Ketua Umum PBNU, KH Zulfa Musthofa, dalam pernyataannya pada Sabtu, menegaskan perlunya segera diselenggarakan Muktamar guna menghindari kebingungan terkait status kepengurusan Jatman. Jatman sebagai salah satu badan otonom (banom) Nahdlatul Ulama, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga NU Pasal 18 ayat (7) huruf a, dan dipertegas dalam Peraturan Dasar Jatman Pasal 2. Pemilihan dan pengangkatan kepemimpinan Jatman di tingkat pusat, yang dikenal sebagai Idaroh Aliyyah, harus dilakukan melalui Muktamar setiap lima tahun sekali, sesuai dengan Pasal 24 dan Pasal 30 dalam Peraturan Dasar Jatman.
Situasi kepemimpinan Jatman menjadi semakin rumit setelah berakhirnya masa jabatan 2018-2023. Dalam pernyataan lanjutannya, KH Zulfa mengungkapkan bahwa Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, menerima surat dari Rais Aam Jatman, Habib Luthfiy Ali bin Yahya, yang meminta perpanjangan masa khidmat kepengurusan Jatman. Surat tersebut, meskipun berkop resmi Jatman, memiliki nomor surat dan distempel, hanya ditandatangani oleh Habib Luthfiy sendiri. Hal ini membuat PBNU menilai surat itu lebih sebagai surat pribadi ketimbang surat resmi organisasi.
“Meski surat itu bertanggal 16 Agustus 2023, tapi karena baru disampaikan kepada Rais Aam PBNU pada 28 Juli 2024, PBNU menganggap surat tersebut ‘wujuuduhu ka’adamihi’, atau ada namun seperti tidak ada,” tegas KH Zulfa.
Dalam konteks ini, PBNU juga membantah klaim adanya komunikasi antara Jatman dan Syuriyah PBNU terkait perpanjangan masa khidmat. KH Zulfa menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar dan menegaskan bahwa PBNU belum pernah menyetujui perpanjangan kepemimpinan Jatman tanpa proses Muktamar.
Pada awal September 2024, sejumlah mursyid thariqah yang berpengaruh dalam Jatman mendatangi Ketua Umum PBNU di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, para mursyid menyampaikan kekhawatiran mereka atas kevakuman kepemimpinan dalam Jatman setelah masa khidmat berakhir pada 2023, dan hingga saat ini belum ada upaya untuk menggelar Muktamar guna memilih kepemimpinan baru.
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, merespon kekhawatiran tersebut dengan menyarankan diadakannya musyawarah antara para pimpinan Idaroh Wustho (Pengurus Wilayah) Jatman dari seluruh Indonesia. Musyawarah ini bertujuan untuk mencari solusi terbaik terkait kevakuman kepemimpinan Jatman. Dalam hal ini, PBNU siap memfasilitasi pertemuan guna mendengarkan aspirasi dari seluruh pengurus Idaroh Wustho, tanpa mengambil keputusan apapun dalam forum tersebut.
Wakil Ketua Umum PBNU, KH Zulfa Musthofa, ditunjuk sebagai fasilitator dalam pertemuan tersebut dan diarahkan oleh Ketua Umum PBNU untuk hanya mendengarkan masukan dari para pengurus Idaroh Wustho. Semua masukan dari pertemuan tersebut nantinya akan dilaporkan kepada Rapat Pleno PBNU atau Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah untuk kemudian ditindaklanjuti.
KH Zulfa juga menegaskan bahwa PBNU tidak terlibat dalam pengambilan keputusan apapun terkait arah masa depan kepengurusan Jatman selama Muktamar belum digelar. Sebagai badan otonom yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, Jatman diharapkan dapat segera menyelesaikan persoalan internalnya dengan mekanisme yang telah diatur dalam peraturan dasar dan anggaran rumah tangga organisasi tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, PBNU juga menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas dan harmoni dalam setiap badan otonom di bawah naungan NU, termasuk Jatman. Dengan menggelar Muktamar, PBNU berharap Jatman dapat kembali memiliki kepemimpinan yang sah dan diakui, serta dapat melanjutkan khidmahnya dalam mendampingi masyarakat melalui pendekatan spiritual thariqah.