WASHINGTON DC, Voxnes.com
Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump telah mengekspor lebih dari 200 tersangka anggota geng asal Venezuela yang berada di wilayah AS.
Oleh karena itu, walaupun terdapat larangan dari pengadilan atas tindakan tersebut, ternyata ada klaim istimewa yang mengemukakan bahwa seorang hakim tidak memiliki otoritas untuk mencegah proses deportasi ini.
Sebagaimana diberitakan
Reuters
Pada hari Senin, 17 Maret 2025, upaya deportasi itu dilanjutkan setelah Hakim James Boasberg mengambil tindakan dengan melarang pemanfaatan kekuasaan dari undang-undang perang terhadap musuh asing yang diberikan kepada Presiden Donald Trump.
Yakni agar secepatnya mendeprotasikan lebih dari 200 tersangka anggota Tren de Aragua, kelompok kriminal di Venezuela yang dituduh melakukan penyanderaan, pengancaman, dan pembunuhan berdasarkan perjanjian.
“Seorang pengadilan di suatu kota tak mampu memandu pesawat berisi teroris asing yang sudah dideportasi dari wilayah Amerika Serikat,” ujar Kepala Komunikasi Gedung Putih Karoline Leavitt melalui pernyataan tersebut.
Dia menyebutkan bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki landasan hukum serta berpendapat secara umum bahwa pengadilan federal tidak mempunyai kewenangan terhadap cara seorang presiden menangani urusan internasional.
Kejadian itu menandai lonjakan signifikan dalam seruan Trump melawan mekanisme pemantauan dan kontrol konstitusional Amerika Serikat serta kemandirian bagian kekuasaan peradilan di pemerintahan.
Patrick Eddington, ahli hukum khususnya tentang keamanan nasional dan hak-hak individu dari Institut Cato yang berideologi libertarian, menyebut bahwa tidak peduli apa yang diucapkannya, Gedung Putih tetap “menentang” hakim itu.
” Ini sungguh di luar kebiasaan dan pastinya tidak pernah terjadi sebelumnya,” ungkap Eddington, menggambarkannya sebagai tantangan paling mendasar bagi mekanisme pemantauan dan keseimbangan AS sejak era Perang Sipil.
Pada persidangan di sabtu malam, Boasberg menolak penerapan hukum itu untuk sementara sebentar waktu 14 hari.
Menurut dia, aturan itu mengacu pada perilaku bermusuh dari suatu negara saingan yang sebanding dengan perang.
Keesokan harinya, Presiden El Salvador Nayib Bukele mengunggah rekaman video ke situs media sosial X yang memperlihatkan orang-orang yang digiring keluar dari pesawat di tengah malam gelap dan kehadiran pasukan keamanan yang banyak.
Terlambat…” Bukele menulis dalam unggahan dengan judul berita tersebut, “Hakim federal telah memberikan perintah agar penerbangan pengembalian eks anggota geng asal Venezuela itu dikirim kembali ke Amerika Serikat.
Bukele menyusul dengan emotikon tawanya yang sangat lepas sampai membuatnya menangis.
Statemen tersebut diposting kembali oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang juga mengucapkan terima kasih kepada Bukele karena telah memberikan bantuan serta menunjukkan persahabatan.
Walaupun pemerintah Trump sudah menyebutkan warga Venezuela itu sebagai bagian dari kelompok kriminal atau “terroris asing,” Reuters tidak bisa mengecek sendiri jika mereka benar-bagian dari geng atau punya rekam jejak hukum.
Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat serta pihak berwenang di El Salvador belum memberikan respons atas permintaan umpan balik tersebut. Tambahan lagi, Kementerian Luar Negeri enggan mengeluarkan pernyataan apapun.