PALANGKA RAYA
-Hujan lebat yang membanjiri Palangkaraya selama beberapa hari ini telah menimbulkan musibah banjir di berbagai daerah, seperti area Mendawai.
Di sela-sela bencana alam tersebut, ada cerita mengharukan tentang seorang lanjut usia berusia 95 tahun bernama Juhansyah, yang berhasil diselamatkan dan dievakuasi dari rumah kayunya yang telah tertimbun banjir pada hari Jumat, tanggal 14 Maret 2025.
Dia merupakan bekas anggota militer dari masa pemerintahan Presiden Soekarno dan saat ini menghabiskan tahun-tahun tuanya sendirian.
Juhansyah sudah tinggal di rumah berbahan kayu-nya yang ada di Jalan Mendawai sekitar 35 tahun lamanya. Walaupun banjir pernah membanjiri huniannya, dia masih tidak mau untuk meninggalkan tempat yang dipenuhi oleh banyak kenangan tersebut. Untuk dirinya, rumah ini melambangkan kemerdekaan dan menjadi lokasi dimana ia bermaksud mengakhiri hari-hari terakhir dalam kehidupan nya.
“Anak-anak telah memiliki keluarga mereka masing-masing. Sebelumnya pernah ada yang menjagaku, namun aku merasa lebih betah di tempatku sendiri,” katanya dengan suara lembut ketika ditemui.
Kalteng Pos
, Minggu (16/3/2025).
Ketiganya telah menikmati kehidupan perkawinan mereka secara mandiri. Walau beberapa di antara mereka sempat mengundangnya untuk bermukim bersama, Juhansyah malah cenderung lebih suka menjalani hidup sendirian.
“Jika tinggal bersama anak-anak, rumah mereka dipadati orang. Saya sempat menetap di situ sekitar dua bulan, namun saya merasa lebih nyaman hidup sendirian,” ujarnya.
Di masa tuanya, Juhansyah terkena lumpuh di kedua kakinya. Setiap hari, dia bergantung pada bantuan tetangganya untuk makan serta memenuhi kebutuhan sehari-harinya, karena anak-anaknya hampir tidak pernah datang menjenguknya.
Seringkali bencana banjir melanda wilayah Mendawai. Saat air bah tersebut tiba, dia umumnya tetap tinggal di dalam rumah, namun akan berpindah ke langgar yang ada tidak jauh dari tempat tinggalnya apabila situasinya semakin memburuk.
Saat ketinggian air semakin meningkat, petugas BPBD Kota Palangka Raya, yang didukung oleh TNI dan relawan, tiba untuk melakukan evakuasi terhadap Juhansyah. Akan tetapi, lelaki lanjut usia tersebut menolak dengan keras. Dia teguh berpendirian untuk bertahan di sana meskipun banjir sudah membanjiri tempat tinggalnya.
Petugas itu meredam situasinya dengan kesabaran. Melalui serangkaian tindakan berkepanjangan, pada akhirnya Juhansyah setuju untuk dipindahkan ke lokasi yang lebih terlindungi. Secara hati-hati, regu penyelamat memindikannya menuju ke rumah singgahan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Juhansyah tidak seperti kebanyakan orang. Pada usia muda, dia sempat bergabung sebagai tentara saat pemerintahan Presiden Soekarno dan ditugaskan di Mojokerto.
Akan tetapi, sesudah bertahun-tahun bergelut di bidang tersebut, dia memilih untuk mundur lantaran menilai upah yang dirinya terima kurang mencukupi bagi pemenuhan keperluan sehari-hari.
Setelah meninggalkan angkatan bersenjata, dia kesulitan mencari penghidupan dan akhirnya jadi penarik becak, tempatnya biasanya ada di seberang RSUD dr Doris Sylvanus, Palangka Raya.
Sudah berpuluh-puluh tahun dia mengendarai becaknya demi mencari nafkah. Tetapi, dalam tiga bulan terakhir ini, dia tidak dapat lagi melanjutkan pekerjaannya lantaran keadaan fisiknya semakin memburuk.
“Saat ini bahkan untuk berjalan sudah susah, apalagi menarik becak,” katanya.
Namun begitu, Juhansyah tak pernah mengadu nasibnya. Dia menerima situasi tersebut dengan hati terbuka, merasa berterima kasih karena masih memiliki tetangga yang prihatin dan kerap kali menolongnya.
“Seringkali tetangga memberi saya makanan. Saya lebih membutuhkan makanan siap saji dibanding bahan pokok,” ungkapnya.
Saat ini, Juhansyah menetap di sebuah pusat peristirahatan sementara yang telah disiapkan oleh kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Lokasi tersebut tidak terlalu jauh dari kediamannya semula. Meski begitu, dalam hati yang paling dalam, dia masih menginginkan untuk dapat pulang dengan cepat ke rumah simpel miliknya.
“Pada umur segini, impian tersebut telah menjauh. Saya cuma berharap bisa kembali ke rumah saya sendiri,” katanya dengan pelan.
Walaupun ketiga anaknya menginginkan dia untuk tinggal serumah dengan mereka, Juhansyah tetap kukuh pada pendiriannya.
“Seorang anak dari Kampung Baru pernah menyuruhku untuk tinggal di sana, namun jaraknya terlalu jauh. Teman-teman lain pun kerap mengajakku, akan tetapi aku merasa lebih nyaman menetap di tempat ini,” ucapnya.
Juhansyah menyatakan bahwa dari waktu dia dievakuasi sampai sekarang, belum pernah ada petugas kesehatan atau pihak berwenang yang datang untuk menjenguknya.
Plt Kepala BPBD Kota Palangka Raya Hendrikus Satria Budi menyebutkan bahwa keputusan untuk memindahkan Juhansyah dilakukan dengan pertimbangan kemanan.
“Pada awalnya, dia menolak dan ingin menunggu kedatangan anaknya. Tetapi, karena sudah cukup lama menantinya tanpa ada tanda-tanda kehadiran sang anak, kita terpaksa mengambil tindakan. Operasi evakuasi ini dilakukan untuk melindungi keselamatannya,” jelasnya pada hari Minggu, 16 Maret.
Dalam waktu yang sama, Dawid sebagai Lurah Palangka menyebutkan bahwa Juhansyah adalah seorang penerima bantuan sosial dan mereka sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Kota Palangka Raya.
“Selain itu, kami telah mengejar puskesmas supaya dengan cepat mengirim petugas medis guna mengevaluasi keadaan kesehatannya,” jelasnya.
(ovi/ce/ala)