JAKARTA, Voxnes.com
Para orang tua siswa SMA Negeri di Jakarta Pusat mengeluh tentang adanya pembayaran untuk ujiannya dan juga acara wisuda yang digelar di sebuah hotel.
Seorang wali murid di SMAN Jakarta Pusat yang bernama Ayu (ini bukan namanya yang sesungguhnya), menyatakan bahwa dia dikenakan biaya untuk ujian serta acara doa bersama oleh pihak sekolah. Menurutnya, ia menerima gambar dari ketua kelas dengan judul “Biaya Aktivitas, Dukungan Ortu”.
“Ayu mengatakan ketika diwawancara oleh Voxnews.com pada Senin, tanggal 17 Maret 2025, bahwa dia menemukan detail dalam fotonya tentang Ujian Tulis atau Praktik yang dibagi menjadi dua jenis biaya: yakni Doa Bersama seharga Rp 5.000.000,- serta Ujian selama tujuh hari dengan harga Rp 60.000 setiap harinya untuk lima puluh orang, sehingga totalnya mencapai Rp 21.000.000,” tutur Ayu dikutip dari VoxNews.com, Senin (17/3/2025).
Ayu merasa terkejut ketika melihat foto sang koordinator kelas. Padahal, sekolah tersebut merupakan milik pemerintah dan bukan swasta.
“Saya sangat terkejut karena adanya biaya untuk doa bersama dan ujiannya yang sungguh tinggi dan dipbebankan pada orang tua siswa,” jelasnya.
Ayu pun menyebutkan bahwa para orang tua murid dipatuhkan biaya sebesar Rp 75 juta untuk Buku Tahunan Sekolah (BTS).
Orang tua siswa dikenai pula biaya untuk acara pelepasan yang digelar di hotel sebesar total Rp 183 juta.
Sebenarnya, dinas pendidikan telah melarang kegiatan perpisahan dilaksanakan di luar area sekolah.
“Biaya ekstra yang signifikan itu menyebabkan kejutan besar bagi saya ketika mengetahui ada dana untuk pendidikan senilai Rp 6 juta, penggajian guru sebesar Rp 10,5 juta, serta anggaran transportasi guru mencapai Rp 9 juta,” ungkapnya.
Pada Minggu (16/3/2025) jam 22.57 WIB, Ayu menerima pesan berupa gambar itu lewat obrolanWhatsApp dari seorang di antara koordinator kelasnya.
Kemudian, dia hanya menjawab pada hari Senin, tanggal 17 Maret 2025, pukul 07:27 WIB tentang pertanyaan mengenai Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Total biaya yang dihitung dalam RAB adalah sebesar Rp 284,5 juta, dan ini membuatku terkejut karena setiap anak harus membayarRp 1,35 juta,” ungkapnya.
Menurut Ayu, dana itu dianggap sebagai pemerasan (pungli) sebab tak terdapat petunjuk resmi dari sekolah maupun kementerian pendidikan.
Menurut Ayu, hal ini dapat dikelompokkan sebagai pungutan liar sebab tak terdapat surat edaran resmi dari sekolah ataupun persetujuan tertulis dari dinas pendidikan mengenai penyelenggaraan acara perpisahan yang dilakukan di luar area sekolah.