Sembilan belas organisasi masyarakat sipil dari Kawasan Timur Indonesia melalui Jaring Nusa menggelar Coastal and Small Islands People Summit 2024 pada tanggal 12 September 2024. Pertemuan ini menjadi momen krusial untuk menyuarakan aspirasi dan tuntutan masyarakat pesisir, khususnya dalam menghadapi dinamika kepemimpinan nasional yang sedang berlangsung.
Jaring Nusa menuntut pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di kawasan tersebut. Pertemuan ini dihelat sebagai respon atas transisi kepemimpinan nasional menuju pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam pernyataan resmi, Jaring Nusa mengkritik penerapan kebijakan Presiden Joko Widodo selama satu dekade terakhir. Mereka menilai kepemimpinan Jokowi cenderung berpihak pada investasi skala besar yang mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap wilayah pesisir dan pulau kecil, terutama pada Kawasan Timur Indonesia.
“Kebijakan Jokowi yang berorientasi pada investasi ekstraktif telah merampas ruang laut dan hak masyarakat lokal,” tegas pernyataan Jaring Nusa.
Kepemimpinan baru di bawah Prabowo dan Gibran, menurut Jaring Nusa, masih melanjutkan pola kebijakan Jokowi yang berfokus pada investasi besar. Hal ini terlihat dari rencana pembangunan jangka panjang dan menengah yang terkesan mengabaikan keadilan ekologis dan iklim bagi masyarakat pesisir dan pulau kecil.
Resolusi Banda Naira 2024: Tuntutan Kesetaraan dan Perlindungan
Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, Jaring Nusa menyerukan Resolusi Banda Naira 2024 yang berisi sejumlah tuntutan kepada pemerintahan baru. Tuntutan ini merupakan hasil dari pemikiran kolektif masyarakat pesisir dan pulau kecil di Kawasan Timur Indonesia yang ingin memastikan keberlangsungan hidup mereka serta lingkungan sekitar.
Berikut adalah poin penting dalam Resolusi Banda Naira 2024:
1. Krisis Iklim:
Pemerintah diminta untuk memastikan keselamatan masyarakat pesisir dari dampak krisis iklim.
Tuntutan ini mencakup evaluasi undang-undang yang memperparah krisis iklim, seperti UU Cipta Kerja dan UU Pertambangan Mineral dan Batubara. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa regulasi yang ada mendukung perlindungan masyarakat pesisir dari dampak perubahan iklim.
2. Pengelolaan Ruang Laut:
Jaring Nusa mendesak pemerintah untuk menghentikan pendekatan sektoralisme dalam pengelolaan ruang laut dan mengutamakan hak kelola masyarakat pesisir terhadap sumber daya laut dan pulau kecil.
Hal ini berarti memberikan kontrol kepada masyarakat pesisir dalam mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah mereka, bukan hanya mengizinkan perusahaan atau pemerintah pusat untuk mengambil keuntungan.
3. Kedaulatan Pangan dan Ekonomi Lokal:
Pemerintah diminta untuk memprioritaskan kedaulatan pangan, air, dan ekonomi lokal dalam agenda pembangunan di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Fokus pada kedaulatan ini berarti memastikan bahwa masyarakat pesisir memiliki akses ke makanan, air bersih, dan sumber daya ekonomi yang memadai tanpa bergantung pada industri besar atau impor.
4. Penghentian Industri Ekstraktif:
Resolusi ini mendesak pemerintah untuk menghentikan industri ekstraktif yang beroperasi di wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil karena merusak ekosistem yang rentan.
Industri ekstraktif seperti penambangan, pertambangan, dan pem explotación hutan seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak buruk pada masyarakat pesisir dan ekosistem laut.
5. Konservasi Berbasis Keadilan:
Konservasi wilayah pesisir harus berfokus pada keadilan ekologis dan iklim, dengan menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama.
Konservasi lingkungan tidak hanya semata-mata menjaga keanekaragaman hayati, melainkan juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan konservasi agar berdampak nyata bagi mereka.
6. Penangkapan Ikan Terukur:
Kebijakan penangkapan ikan terukur dinilai mendorong eksploitasi berlebih dan menguntungkan korporasi besar. Jaring Nusa meminta pemerintah menghentikan kebijakan ini demi keberlanjutan sumber daya ikan.
Penangkapan ikan terukur bisa menguntungkan perusahaan besar, tetapi seringkali merugikan nelayan kecil dan merusak ekosistem laut. Jaring Nusa meyakini bahwa perlu ada kebijakan lain untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan.
Bencana Ekologis dan Ancaman di Kawasan Timur Indonesia
Kawasan Timur Indonesia, yang rentan terhadap bencana ekologis, menjadi sorotan penting dalam pertemuan ini. Jaring Nusa menekankan perlunya mitigasi bencana yang melindungi wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil tanpa mengorbankan ekosistem lokal.
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, dan Wapres Gibran Rakabuming Raka, diharapkan dapat memberikan perhatian serius terhadap isu ini. Keberlangsungan hidup masyarakat pesisir dan penerusfa lingkungan di Kawasan Timur Indonesia merupakan prioritas utama yang harus dijaga.
Asmar Exwar, Dinamisator Jaring Nusa, menegaskan bahwa pemerintahan mendatang harus serius melindungi wilayah pesisir dan pulau kecil serta menghentikan eksploitasi yang merugikan masyarakat. Gadri R. Attamimi dari Yayasan EcoNusa mengarisbawahi pentingnya menjaga kearifan lokal di Indonesia Timur untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Sementara itu, Parid Ridwanuddin dari WALHI menyoroti keharusan menghentikan proyek ekstraktif demi keadilan iklim bagi generasi mendatang.
Jaring Nusa berharap pemerintahan baru akan menempatkan keadilan ekologis dan hak masyarakat pesisir sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional, menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang dan menjaga keseimbangan alam di Kawasan Timur Indonesia.