Kecerdasan Buatan (AI) terus berkembang pesat, membawa perubahan besar dalam berbagai aspek bisnis di seluruh dunia. Dari peningkatan produktivitas karyawan hingga meningkatkan profitabilitas, AI telah membuka peluang baru untuk inovasi dan efisiensi. Namun, seiring semakin banyak organisasi yang mengimplementasikan AI ke dalam proses mereka, kebutuhan akan regulasi yang tepat juga meningkat. Di sinilah peran pemerintah menjadi penting dalam memastikan bahwa adopsi AI berjalan dengan aman dan bertanggung jawab. Dalam hal ini, EU AI Act menjadi patokan penting bagi banyak negara dalam merumuskan regulasi AI.
Meskipun begitu, perusahaan tidak bisa sekadar menunggu pemerintah merumuskan regulasi yang tepat, karena risiko tertinggal dari kompetisi sangat besar. Oleh sebab itu, organisasi perlu mempertimbangkan model operasional AI yang bertanggung jawab, guna memastikan adopsi AI yang aman dan etis, sambil tetap memperkuat posisi mereka di pasar. Dengan menerapkan AI Operating Model yang sesuai, perusahaan dapat menyiapkan kerangka kerja yang tepat untuk menjaga privasi, menghindari penyalahgunaan data, serta memastikan AI diintegrasikan dengan benar ke dalam tenaga kerja mereka.
Meningkatnya Adopsi AI dan Urgensi Pengaturan
Data dari laporan global tentang AI pada tahun 2024 menunjukkan bahwa pengeluaran untuk AI diperkirakan akan berlipat ganda, dengan 87% perusahaan melaporkan peningkatan yang signifikan dalam penggunaan AI, naik dari 74% pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan bahwa semakin banyak bisnis yang mulai melihat manfaat nyata dari AI, baik dalam hal efisiensi operasional maupun inovasi. Namun, lonjakan penggunaan ini juga menjadi perhatian bagi pemerintah di seluruh dunia, mendorong mereka untuk mengikuti jejak Uni Eropa dalam merumuskan regulasi AI mereka sendiri.
Namun demikian, regulasi yang tepat membutuhkan waktu untuk dirumuskan dan diimplementasikan. Seperti yang kita lihat di AI Safety Summit di Inggris pada bulan November 2023, meskipun ada upaya internasional untuk menyepakati cara menangani risiko AI, ketidakpastian regulasi tetap menjadi tantangan besar bagi perusahaan. Misalnya, Meta dan Apple mengumumkan penundaan peluncuran produk AI baru di Eropa karena regulasi yang belum jelas.
Dalam situasi seperti ini, perusahaan tidak bisa hanya menunggu keputusan pemerintah. Mereka harus segera mengambil langkah mandiri dengan menciptakan AI Operating Model yang memadai agar tetap kompetitif dan relevan dalam industri mereka. Menunda implementasi AI hanya karena ketidakjelasan regulasi bukanlah pilihan, terutama karena banyak bisnis lain sudah mulai mengadopsi teknologi ini untuk mempercepat pertumbuhan dan inovasi mereka.
Risiko Tanpa Pengawasan yang Ketat
Selain ketidakpastian regulasi, penggunaan alat AI pihak ketiga dan kepemilikan perusahaan juga menambah risiko bagi keamanan data karyawan dan pelanggan. Alat AI yang berada di domain publik memungkinkan data yang dimasukkan oleh karyawan, termasuk informasi pelanggan yang bersifat rahasia, untuk secara tidak sengaja tersebar ke publik. Tanpa model operasional AI yang kuat, perusahaan berisiko menghadapi masalah keamanan dan kerugian finansial, karena tidak adanya aturan dan kontrol yang jelas dalam penggunaan alat AI.
Di sinilah pentingnya memiliki kerangka kerja yang terstruktur untuk adopsi AI. Model operasional AI bertindak sebagai pengaman, dengan memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi memahami batasan, etika, dan potensi risiko dari penggunaan AI. Tanpa langkah-langkah ini, perusahaan berisiko menghadapi masalah hukum, ketidakpercayaan dari pelanggan, dan bahkan dampak reputasi yang merugikan.
Selain itu, model operasional AI juga membantu perusahaan memitigasi risiko dari teknologi yang terus berkembang ini. Misalnya, AI yang digunakan dalam konteks analisis data atau otomatisasi dapat memiliki dampak besar terhadap hasil bisnis, tetapi tanpa pengawasan dan pengujian yang memadai, AI juga bisa menciptakan keputusan yang salah atau bahkan menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan. Maka dari itu, adopsi AI harus diimbangi dengan kebijakan yang kuat, pengawasan yang manusiawi, dan langkah-langkah mitigasi risiko yang jelas.
AI sebagai Kolega Kerja dan Perlunya Manajemen yang Tepat
Selain peningkatan produktivitas, AI juga mulai memainkan peran penting dalam meningkatkan pekerjaan manusia. Dalam banyak kasus, AI bertindak sebagai “kolega” yang membantu karyawan menjalankan tugas-tugas rutin dengan lebih cepat dan efisien. Namun, untuk mencapai sinergi yang maksimal antara manusia dan AI, organisasi harus memperlakukan AI seperti tenaga kerja manusia, dengan aturan, pelatihan, dan kebijakan yang jelas.
Sebagai contoh, dalam perusahaan yang mengadopsi AI untuk membantu dalam pengambilan keputusan bisnis, model evaluasi kinerja harus diterapkan untuk mengukur efektivitas AI secara berkala. Ini mirip dengan bagaimana kinerja karyawan dievaluasi berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Jika AI diintegrasikan sebagai bagian dari manajemen tenaga kerja, organisasi dapat mengurangi kekhawatiran tentang penggantian tenaga kerja manusia dan, sebaliknya, lebih fokus pada bagaimana AI dapat memperkuat kinerja manusia.
Dengan adanya manajemen yang tepat, AI dapat membantu meningkatkan efisiensi pekerjaan tanpa mengurangi peran manusia. Sebaliknya, AI dapat membantu manusia dalam mengambil keputusan lebih baik, meningkatkan kualitas layanan, dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan yang lebih tinggi.
Pentingnya Pengawasan Manusia dalam Implementasi AI
Salah satu faktor kunci dalam penggunaan AI adalah pentingnya pengawasan manusia. Meskipun teknologi AI telah berkembang pesat, sistem AI otonom sepenuhnya masih merupakan hal yang jarang ditemui. Dalam sektor-sektor seperti kesehatan dan keuangan, di mana data sensitif sering digunakan, campur tangan manusia sangat penting untuk memastikan bahwa hasil yang dihasilkan oleh AI tetap akurat dan dapat dipercaya.
Model operasional AI harus dirancang dengan pengawasan manusia yang ketat. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa AI digunakan secara etis dan transparan. Sebagai contoh, dalam penggunaan AI untuk menganalisis data kesehatan pasien, manusia tetap harus terlibat dalam proses untuk menghindari kesalahan analisis yang dapat berdampak pada pengambilan keputusan medis yang krusial.
Tidak hanya itu, tantangan terbesar dalam adopsi AI saat ini adalah masalah keamanan. Sebuah survei menemukan bahwa 38% profesional IT menyatakan kekhawatiran utama terkait AI adalah masalah keamanan. Oleh karena itu, perusahaan harus bertanggung jawab dalam menjaga kepercayaan terhadap sistem AI dengan memvalidasi data secara teliti, memastikan sumber data yang digunakan akurat, serta memastikan integritas data di setiap tahap pengambilan keputusan. Ini akan memastikan bahwa kerangka kerja yang tepat untuk AI dapat menjaga akuntabilitas dan integritas data.
Kesimpulan: Mengambil Langkah Tanggung Jawab Sekarang
Dengan perkembangan AI yang terus melaju pesat dan ketidakpastian regulasi yang masih ada, perusahaan harus segera mengambil tindakan untuk memastikan bahwa adopsi AI berjalan dengan aman dan etis. Menerapkan AI Operating Model yang kuat adalah langkah awal yang penting untuk melindungi perusahaan dari risiko, sambil memastikan bahwa keuntungan dari AI dapat dimaksimalkan. Tanpa langkah ini, perusahaan berisiko tertinggal dari para pesaing yang sudah lebih maju dalam menggunakan AI.
Selain itu, dengan terus memperbarui pedoman dan mengikuti perkembangan regulasi, perusahaan dapat memastikan bahwa mereka siap menghadapi tantangan yang mungkin muncul di masa depan. Pada akhirnya, langkah-langkah ini bukan hanya untuk melindungi bisnis, tetapi juga untuk memastikan bahwa teknologi AI digunakan untuk kepentingan yang lebih besar, baik bagi perusahaan maupun masyarakat luas.