Indonesia Masak Hilirisasi Mineral: Bahlil Dalami Target Ekonomi di Atas 5%
Pemerintah Indonesia tengah gencar menggalakkan program hilirisasi di sektor pertambangan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan fokus utama kini adalah mentransformasi komoditas tambang menjadi produk olahan dengan nilai tambah lebih tinggi.
Langkah ini menyusul sukses hilirisasi nikel yang telah berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia. Bahlil optimistis, program ini akan menjadi kunci bagi pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Menjelajahi Peluang Hilirisasi
Bahlil menekankan ketersediaan bahan baku yang memadai dan kerja sama strategis dengan industri di dalam negeri sebagai kunci penting keberhasilan hilirisasi. Ia menjelaskan bahwa pemerintah sedang melakukan penataan terhadap bahan baku mineral untuk memastikan mereka dialokasikan kepada perusahaan yang berkomitmen dalam proses hilirisasi.
“Tetapi sekarang kita lagi penataan terhadap bahan-bahan baku kita. Agar bahan baku kita betul-betul diberikan kepada perusahaan yang bisa melakukan hilirisasi atau bekerja sama dengan industri-industri,” kata Bahlil.
Target pertambangan hilirisasi tidak hanya terfokus pada nikel. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menegaskan, hilirisasi akan diterapkan pada berbagai komoditas mineral penting, seperti tembaga, aluminium, bauksit, dan komoditas lainnya.
Seto menekankan bahwa pemerintah bertujuan menciptakan sinergi di antara berbagai sektor hilirisasi mineral untuk memaksimalkan nilai tambah yang dihasilkan.
“Jadi saya kira ini yang diharapkan Bapak Presiden adalah kita gak bicara hilirisasi masing-masing komoditas tapi bagaimana membangun industri," ujarnya dalam Program Closing Bell VOXNES.com.
"Untuk bauksit misalnya, kami banyak menerima tawaran rencana investasi hilirisasi bauksit ini dimulai dari smelter alumina kemudian aluminium,” ungkap Seto.
Tantangan dan Peluang Hilirisasi Tembaga
Seto juga memaparkan bahwa pasokan tembaga di masa depan diprediksi akan mengalami defisit. Hal ini dikarenakan permintaan tembaga melonjak seiring dengan pertumbuhan industri kendaraan listrik. Setiap mobil listrik membutuhkan rata-rata 50 kg tembaga.
Potensi defisit tembaga ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat posisi sebagai produsen bahan baku kendaraan listrik. Seto mengungkap bahwa pabrikan mobil listrik telah mengajukan pertanyaan kepada pemerintah terkait ketersediaan pasokan tembaga.
“Jadi kami sendiri sudah dikontak pabrikan mobil listrik mereka menanyakan, bisa gak Indonesia memberikan suplai tembaga nya untuk mereka. Ya kami bilang bisa asalkan anda mau investasi pabrik mobil listrik di Indonesia,” tambahnya.
India: Sekutu Strategis dalam Hilirisasi Mineral
Indonesia dan India menjalin kerjasama strategis dalam hilirisasi mineral. Keduanya berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama di bidang tambang dan energi dengan fokus menghidupkan industri hilirisasi. Conformasi komitmen ini dilakukan melalui pertemuan bilateral antara Bahlil Lahadalia dan Menteri Minyak dan Energi India Hardeep Singh Puri.
Kedua pemimpin berkomitmen untuk:
- Mendorong investasi dalam hilirisasi mineral
- Meningkatkan kerja sama riset dan pengembangan
- Memperluas akses ke teknologi hilirisasi
- Mendukung pertumbuhan industri harian
Kerja sama ini mencerminkan visi kedua negara untuk membangun rantai pasokan mineral yang lebih tangguh dan berkelanjutan.