Kontroversi di Lapangan: Wasit Dibanting, Sulawesi Tengah Mundur di PON 2024
Sebuah pertandingan yang seharusnya menjadi perhelatan olahraga yang meriah, justru berubah menjadi ajang konflik yang mengguncang dunia sepak bola Indonesia. Pertandingan perempat final PON 2024 antara Aceh dan Sulawesi Tengah, pada Sabtu 14 September 2024, di Stadion Dimurthala, Banda Aceh, berakhir dengan kericuhan penuh kontroversi.
Skor imbang 1-1 tidak mencerminkan gosip luar lapangan yang mencekam, yang berpusat pada serangkaian keputusan kontroversial oleh wasit Eko Agus Sugiharto. Wasit dari Laos, memicu gelombang protes dari tim Sulawesi Tengah, yang dalih ia merugikan anak asuhnya. Puncak ketegangan terjadi ketika Muhammad Rizki, pemain Sulawesi Tengah, secara emosional memukul wajah wasit, yang menyebabkannya pingsan dan harus dilarikan ke luar lapangan.
Kronologi Kericuhan dan ‘Aksi yang Tidak Tercukupi’
Kisah ini bermula dari serangkaian keputusan wasit yang diragukan oleh pihak Sulawesi Tengah. Di menit ke-75, Alessandro Pori, pemain Sulawesi Tengah, menerima kartu merah setelah dianggap melakukan pelanggaran berbahaya terhadap Hercules, pemain Aceh. Namun, kekecewaan merayap di tim Sulawesi Tengah saat insiden serupa yang melibatkan pemain Aceh, Irza Rahmad, terhadap Abd. Sabir, pemain Sulawesi Tengah, tidak diberikan hukuman yang sepadan. Ketegangan mulai menebar di lapangan.
Puncak ketegangan terjadi di menit ke-97 saat Eko memberikan penalti kepada Aceh setelah Muhammad Nur Mahyuddin, pemain mereka, dianggap dijatuhkan di kotak penalti. Tayangan ulang menunjukkan bahwa Mahyuddin melakukan diving, namun wasit tetap memberikan penalti. Keputusan ini memicu reaksi yang tak tertahankan. Muhammad Rizki, pemain Sulawesi Tengah, mengamuk dan melayangkan pukulan ke wajah wasit Eko, menyebabkan wasit tersebut roboh dan harus segera dilarikan ke luar lapangan menggunakan ambulans.
PerFORMATION yang Menggemparkan:
Meskipun kepribadian wasit cadangan, Fadli Nurdiana, mencoba untuk melanjutkan pertandingan, suasana sudah tidak memungkinkan bagi pemain untuk bersaing dengan objektivitas. Aceh berhasil menyamakan kedudukan penalti pertama, yang gagal dilakukan oleh kiper Sulawesi Tengah. Tapi, baru-baru ini, Aceh mendapat penalti kedua akibat pelanggaran handball oleh pemain Sulawesi Tengah.
Akmal Juanda berhasil mengeksekusi penalti, membawa pertandingan berakhir imbang 1 – 1. Akibat ketegangan yang terus menerus, Sulawesi Tengah memilih untuk mengundurkan diri dari babak tambahan.
Sanksi yang Menunggu & ‘Artefatti Pembebasan’ dari Kesalahan
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, segera merespon insiden pemukulan terhadap wasit dan keputusan kontroversial yang terjadi selama pertandingan. Ia menegaskan bahwa PSSI akan melakukan investigasi menyeluruh terhadap insiden ini untuk menilai respon dari kepemimpinan wasit dan tindakan pemain.
"Tidak ada toleransi bagi pihak yang telah secara sengaja melanggar komitmen fair play. Sanksi bukan sekadar hukuman, melainkan sebuah pernyataan dari sepak bola Indonesia yang tidak mentolerir sedikitpun praktik di luar fair play," tegas Erick Thohir.
Erick Thohir menegaskan bahwa sanksi yang lebih berat, termasuk kemungkinan larangan seumur hidup, akan diberikan jika terbukti ada pelanggaran serius, baik dari pemain maupun wasit.
Zulkifli Syukur, pelatih Sulawesi Tengah, mengajukan permintaan maaf atas tindakan anak asuhnya yang memukul wasit, sementara juga menyatakan bahwa keputusan wasit sangat mempengaruhi mental pemainnya.
"Saya juga tidak bisa membenarkan tindakan yang dilakukan oleh pemain saya. Tapi patut kita lihat bagaimana hancurnya mental pemain kami sampai emosi mereka sudah tidak bisa terbendung lagi," ujar dia dalam unggahan di akun Instagram pribadi @zulkifli_03_syukur, Minggu, 15 September 2024.
Keputusan wasit yang kontroversial dan respons emosional pemain Sulawesi Tengah mencoreng perhelatan sepak bola PON 2024. Insiden ini menjadi tamparan bagi PSSI yang tengah berusaha memperbaiki citra sepak bola Indonesia di kancah nasional dan internasional.