Lebih dari 1.400 bencana telah mengguncang Indonesia hingga awal September 2024. Angka ini diprediksi akan terus meningkat hingga akhir tahun. Letjen TNI Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyatakan bahwa bencana hidrometeorologi dan akibat perubahan iklim serta aktivitas manusia menjadi penyumbang utama jumlah bencana tersebut.
Angka tersebut melonjak 52% dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena urbanisasi, perubahan tata guna lahan, dan perubahan iklim menjadi faktor utama meningkatnya jumlah bencana.
Namun, di sisi lain, terdapat kabar baik. Data menunjukkan bahwa dampak bencana terhadap korban jiwa dan kerusakan infrastruktur menunjukkan tren penurunan yang signifikan.
“Korban jiwa meninggal, hilang dan luka-luka di tahun ini turun 36% dibandingkan tahun 2023, demikian juga dengan angka kerusakan infrastruktur yang turun 62% dibandingkan 2023,” ungkap Suharyanto.
Sebagai negara yang berada di lokasi rawan bencana, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menekan dampak bencana. Meskipun jumlah bencana sulit dikurangi secara signifikan, upaya pencegahan dan mitigasi sangat penting untuk mengurangi potensi dampaknya.
“Upaya membangun sistem yang kuat, sistem yang tidak hanya mampu merespons saat terjadi bencana tetapi juga berorientasi pada mitigasi risiko dan kesiapsiagaan,” tambahnya.
Suharyanto berharap melalui acara Asia Disaster Management & Civil Protection Expo & Conference (Adexco) 2024, kolaborasi lintas sektor dan internasional dapat terjalin untuk bersama memitigasi risiko bencana.
“Di Adexco kita akan menyaksikan berbagai inovasi teknologi dan solusi dalam bidang penanggulangan bencana yang dihadirkan oleh peserta dari berbagai sektor dan negara,” ujarnya.
Raditya Jati, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, menjelaskan bahwa Adexco merupakan upaya memperkuat kolaborasi kebencanaan, dengan menghadirkan berbagai produk dari industri kebencanaan dan pembicara internasional.
Raditya juga menyoroti potensi gempa Megatrust yang tengah hangat dibicarakan. “Nah untuk itu menyikapi isu Megatrust kita perlu waspada, bersiaga tapi juga tidak perlu takut berlebihan. Laksanakan saja aktivitas tetapi harus sadar bahwa di satu sisi kita tinggal di daerah yang kaya sumber daya alam tetapi di sisi lain kita pun tinggal di tempat yang sewaktu-waktu terjadi bencana,” ucapnya.
Pihak BNPB bersama BMKG telah memulai langkah-langkah untuk bersiap menghadapi potensi tersebut. BNPB melaksanakan apel kesiapsiagaan pengujian kesiapan masyarakat. Program peringatan dini dari BMKG, yang dibiaya oleh Bank Dunia juga akan terus dijalankan.
“Jadi untuk BMKG itu menyiapkan teknologinya, peringatan dini, BNPB menyiapkan masyarakatnya. Ada namanya desa tangguh bencana ini tahap awal 182 desa, nanti secara terus menerus ditambah terus. Sehingga mudah-mudahan 5 tahun ke depan nanti bisa 3.000 desa,” tutupnya.