DEPOK, Voxnes.com
– Senja perlahan menggeliat, cahaya jingga nya melambai lembut di jalanan sekitar Stasiun Depok Baru.
Dalam kebisingan orang-orang yang berlalu-lalang, terlihat seorang lelaki lanjut usia sibuk mengatur barang dagangannya.
Iman (52) berdiri kokoh memegang pakaian abu-abunya yang teratur. Ia sigap menyusun kedua kotak bekal serta tas plastik merah yang memuat burger, semuanya tampak menggiurkan.
Senyum Iman yang hangat menyambut setiap orang yang datang mendekati.
Saat seorang potensial pembeli mendekat, Iman dengan sabar menerangkan tentang jenis saus yang ada.
“Iya Kak, tersedia berbagai jenis rasa. Saudara dapat memilih antara bulgogi, barbecue, teriyaki, blackpepper, bolognese, atau bahkan bulgogi lagi. Rasa asli pun tersedia, Kak,” katanya dengan suara yang ramah pada hari Minggu, 16 Maret 2025.
Dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 15.000, konsumen dapat mencicipi satu porsion burger handmade oleh Iman, mulai dari buns sampai patty yang diproses secara mandiri. Burger ini tak hanya sebagai santapan tetapi juga sebuah karya tercipta berkat kerja keras dan optimisme.
Pada masa berpuasa Ramadhan, Iman beserta rekannya datang lebih dini, setelah jam Zuhur, yaitu sekitar pukul 12:30 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).
Mereka tetap bertahan sampai adzan Maghrib terdengar, menghidangkan makanan berbuka untuk para pengunjung yang lewat.
Pada kebiasaan sehari-harinya, dia baru memulai penjualannya dari jam 15.30 sampai 17.30 WIB, mengikuti pola gerakan orang-orang yang sedang dalam perjalanan pulang kerja.
Dari petugas pengamanan ke pedagang hamburger
Namun, petualangan Iman di bidang masakan tidak sehalus yang dia bayangkan.
Dia mulai semuanya dari awal, tepat di akhir tahun 2022, sesudah berhenti bekerja sebagai petugas keamanan di suatu rumah makan.
Dulu, dia dan istrinya menjual pempek bersamaan dengan burger sambil berjalan kaki, setiap orang membawa sekitar sepuluh porsi produk yang dijual.
Dari satu rumah ke lainnya, dari warung ke warung berikutnya, jejak kakinya menelusuri tiap pojok kota sambil bermimpi dagangannya habis terjual.
“Tetapi seiring berjalannya waktu, saya mencatat bahwa sepertinya burger yang lebih cepat terjual. Kemudian, saya membicarakan hal ini dengan istri dan kami memutuskan untuk fokus hanya pada penjualan burger,” kenang Iman.
Burger kecil, cita-cita besar
Putusan tersebut merupakan momen perubahan penting. Iman memulai untuk mengantar 20 bungkus burger setiap hari, melewati area Rawa Denok, Jembatan Serong, sampai ke wilayah Pitara.
Suatu hari, seorang klien memberikan masukan yang kemudian merombak jalannya bisnisnya.
“Nah kemudian saat itu ada orang yang mengusulkan untuk mencoba berjualan di stasiun,” kata Iman dengan rasa bersyukur.
Selain tekun, Iman juga sangat hati-hati. Dia menyadarai betapa krusialnya kepercayaan dari para konsumen sehingga dia langsung menangani pengurusan sertifikat halal serta ijin bisnis yang sah.
Menurut dia, kedua sertifikat tersebut tidak hanya sebatas kertas, tetapi juga merupakan bukti komitmennya serta tanggung jawab terhadap seluruh konsumen.
“Soalnya sejumlah konsumen sempat bertanya kepada saya, produk ini halal bukan Pak? Daging sapikah ini atau bahan lainnya Pak?” katanya mengulangi pertanyaan yang sering didengarnya.
Saat ini, dia membawa kedua sertifikat tersebut kemana saja dia pergi, seolah-olah sebagai suatu janji pada diri sendiri bahwa kerja kerasnya akan tetap berkembang.
Jalannya iman memang masih sangat panjang, namun tiap langkahnya selalu pasti. Dalam cahaya redup dari penerangan stasiun, sambil menyerbu aroma burgir yang menyengat di sekitar, dia tetap melanjutkan untuk membentuk mimpinya.
Satu bisnis kecil yang lahir dari ambisi luar biasa, siap menyinari masa depannya.
“Ide ideal saya adalah memiliki sebuah gerai yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga lokal dan orang lain, sehingga memberikan manfaat kepada banyak pihak,” ujar Iman.
(Reporter: Dinda Aulia Ramadhanty | Editor: Faieq Hidayat)