VOXNES.com – Kebijakan baru mengenai lelang gula rafinasi telah memicu kontroversi. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.16 Tahun 2017, semua transaksi gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri makanan dan minuman kini harus dilakukan melalui pasar lelang komoditas.
Menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.684 Tahun 2017 yang ditandatangani pada 12 Mei 2017, PT Pasar Komoditas Jakarta ditunjuk sebagai penyelenggara lelang GKR. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, menyatakan bahwa lelang GKR resmi dimulai pada 1 Oktober 2017. “Soft launching untuk perdagangan GKR secara sukarela juga telah dilaksanakan,” katanya kepada KONTAN pada Jumat (8/9).
Namun, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan industri. Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Asrim Triyono Pridjosoesilo, mengungkapkan bahwa aturan baru ini berpotensi menambah rantai pasokan dan biaya transaksi GKR bagi industri. Dia memperkirakan bahwa harga GKR untuk industri makanan dan minuman dapat meningkat antara 15% hingga 30%.
Dampak kenaikan harga ini sangat bergantung pada proporsi gula dalam produk makanan dan minuman. Misalnya, untuk minuman seperti sirup yang mengandung gula hingga 75%, kenaikan biaya produksi bisa mencapai 22,5%. “Biaya tambahan ini akan menjadi beban bagi industri,” kata Asrim.
Industri yang paling terpengaruh adalah yang bergantung pada gula sebagai bahan baku utama. ASRIM juga mendapatkan informasi bahwa biaya transaksi untuk lelang gula mencapai Rp 85.000 untuk kontrak yang sudah ada dan Rp 100.000 untuk pemesanan spot. Biaya ini, yang ditanggung oleh pabrik gula rafinasi, pada akhirnya akan diteruskan kepada konsumen.
“Secara keseluruhan, kami khawatir bahwa sistem lelang gula ini akan menciptakan ekonomi dengan biaya tinggi bagi industri makanan dan minuman,” tegas Asrim.