Memahami Perbedaan Pajak dan Retribusi Parkir
Ketersediaan lahan parkir menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat perkotaan yang terus berkembang. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor memaksa pemerintah untuk mencari solusi cerdas dalam mengelola lahan parkir. Untuk mengoptimalkan penggunaan lahan parkir dan menambah pendapatan daerah, pemerintah menerapkan sistem pajak serta retribusi. Namun, terdapat persepsi yang salah di kalangan masyarakat mengenai perbedaan antara pajak parkir dan retribusi parkir. Padahal, keduanya memiliki konsep, tujuan, dan aturan yang berbeda.
Antara Pajak Jasa Parkir (PBJT) dan Retribusi Parkir
Ketidakjelasan mengenai perbedaan tersebut dapat menjadi pemahaman yang keliru tentang mekanisme tarif parkir dan hak serta kewajiban masyarakat sebagai pengguna jasa parkir.
Untuk mengatasi kesalahpahaman ini, penting untuk memahami perbedaan mendasar antara Pajak Jasa Parkir (PBJT) dan Retribusi Parkir, dua istilah yang kerap disamakan.
H2: Pajak Jasa Parkir (PBJT)
Pajak Jasa Parkir (PBJT) termasuk ke dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
PBJT dikenakan pada setiap jasa parkir yang disediakan oleh pihak swasta kepada konsumen. Jasa parkir ini bisa berupa jasa parkir di bangunan serta area parkir perhotelan, mal, apartemen, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan lokasi lainnya. Pihak pengelola parkir wajib menagih dan melaporkan PBJT kepada pemerintah daerah.
H3: Aturan dan Metode Penghitungan
Aturan mengenai PBJT diatur oleh pemerintah pusat, namun pelaksanaannya diatur oleh pemerintah daerah setempat. Penghitungan PBJT berbasis
persentase dari pendapatan jasa parkir yang diperoleh.
Berapa persentase yang terutang biasanya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap daerah.
H2: Retribusi Parkir
Retribusi parkir berbeda dengan PBJT. Jenis retribusi ini lebih berhubungan dengan pemanfaatan fasilitas umum yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Di sini, retribusi parkir diterapkan di lahan parkir di tepi jalan umum dan tempat parkir umum yang dikelola pemerintah daerah.
H3: Larangan Parkir dan Sampah
Terdapat larangan parkir di beberapa tempat tertentu pada tempat retribusi parkir dan penindakan jika melakukan pengunaan yang tidak tepat, seperti membuang sampah sembarangan di area parkir.
H3: Konsekuensi Tidak Melakukan Sistim Dokumen
Biaya retribusi parkir biasanya disesuaikan dengan jangka waktu dan lokasi parkir. Sistem pengenaan retribusi parkir ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengelola dan menjaga ketertiban di wilayah parkir.
Tujuan dan Perbedaan Utama
Walaupun keduanya bertujuan untuk mengatur dan mengelola parkir perkotaan, terdapat beberapa perbedaan utama antara PBJT dan retribusi parkir:
-
Pengelola: PBJT dikelola oleh pihak swasta, sedangkan retribusi parkir dikelola oleh pemerintah daerah.
-
Objek: PBJT dikenakan pada jasa parkir yang disediakan oleh pihak swasta, sedangkan retribusi parkir dikenakan pada penggunaan lahan parkir di jalan umum dan tempat parkir milik pemerintah daerah.
-
Dasar hukum: PBJT diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sedangkan retribusi parkir diatur dalam peraturan perundang-undangan tingkat daerah.
- Metode pemeriksaan dan pengelolaan:
PBJT diterapkan bertahap berdasarkan persentase pendapatan, sedangkan retribusi parkir biasanya menggunakan sistem tarif yang ditetapkan.
Dengan memiliki pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara PBJT dan retribusi parkir, masyarakat dapat menjadi pengguna jasa parkir yang bertanggung jawab dan sadar atas bagaimana pembayarannya berkontribusi terhadap perkembangan daerah.