Redistribusi Anggaran Pendidikan: Tantangan dan Solusi untuk Pendidikan Gemilang
Sebuah replika kondisi kelas belajar yang sederhana, siswa duduk bersila di atas lantai, menghadap guru yang menyampaikan materi. Dalam bayangannya, potret pendidikan Indonesia seakan tergambar: rapuh, membutuhkan revitalisasi, dan penuh harapan. Tema ini semakin nyata ketika melihat utarakan Prof. Cecep Darmawan, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang menilai penanganan anggaran pendidikan di Indonesia membutuhkan langkah strategis berupa redistribusi.
Persoalan Redistribusi Anggaran Pendidikan
Cecep memaparkan, meskipun amanat konstitusi secara tegas menyebutkan alokasikan 20% anggaran dari APBN untuk pendidikan, realisasi di lapangan masih menyimpan celah. "Sebetulnya amanat konstitusi itu sudah dilaksanakan pemerintah yaitu 20% anggaran pendidikan dari APBN itu. Tapi masalahnya adalah redistribusi," ungkap Cecep kepada VOXNES, Minggu (15/9).
Dari total anggaran pendidikan sebesar Rp655 triliun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) hanya mengelola 15%. Angka ini sekaligus mencerminkan perhatian yang belum merata dari sektor pendidikan.
Lebih lanjut Cecep menjelaskan, alokasi anggaran pendidikan di berbagai instansi menimbulkan efek disparitas dalam akses dan kualitas pendidikan. Kementerian Ristek, TKDD, dan kementerian lain yang memiliki lembaga pendidikan turut mengambil porsi dari anggaran pendidikan.
"Jadi lebih banyak ke TKDD ada juga kementerian yang punya pendidikan kedinasan dan juga nonkedinasan. Jadi perlu realokasi yang penting bukan alokasinya," tambah Cecep.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya restrukturisasi anggaran, agar lebih fokus pada peningkatan kualitas pendidikan di seluruh jenjang.
Fokus Operasional dan Investasi Pendidikan
Cecep menegaskan, pemerintah perlu memfokuskan anggaran pendidikan untuk operasional dan investasi.
"Karena sekarang masih terjadi disparitas baik itu fasilitas dan lainnya. Jadi 5 tahun ke depan pemerintah harusnya fokus saja ke standarisasi pendidikan khususnya sarana dan prasaran," kata Cecep.
Standarisasi tersebut, menurutnya, menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang adil dan merata.
Tantangan Internal dan Peran Presiden
Merumuskan strategi optimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Cecep melihat tantangan terbesar berasal dari dalam pemerintahan sendiri.
“Jadi enggak bisa dikhususkan oleh menteri pendidikan tapi harus ada campur tangan presiden. Karena anggaran ini berkaitan dengan kementerian lain yang punya lembaga atau pendidikan kedinasan. Jadi kalau itu dilakukan ya bisa maju pendidikan kita, tapi kalau enggak ya pendidikan kita akan selalu begini begini saja dengan penganggaran seperti ini." tegas Cecep.
Cecep menekankan bahwa Presiden berperan penting dalam memastikan pendidikan menjadi prioritas nasional. Kebijakan tegas dan komitmen presiden dalam allocating anggaran pendidikan secara maksimal menjadi langkah krusial dan strategis.
Solusi Jangka Panjang untuk Pendidikan Indonesia
Selain redistribusi anggaran, Cecep juga merangkum beberapa solusi jitu untuk memajukan pendidikan Indonesia:
-
Prinsip Afirmatif
Pemerintah harus mempertahankan prinsip afirmatif bagi kelompok rentan, termasuk beasiswa hingga jenjang perguruan tinggi. -
Peningkatan Beasiswa dan Kesejahteraan Pendidik
Perlu ditingkatkan kesejahteraan guru dan dosen, sehingga menunjang kualitas pendidikan. revitalisasi tersebut melambangkan komitmen nyata pemerintah untuk mendukung para pahlawan pendidikan. - Partisipasi Semua Pihak
Pendidikan bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, sektor swasta dan masyarakat mampu juga harus diberdayakan untuk berkontribusi, sehingga pendidikan menjadi tanggung jawab kolektif.
Catatan Penting
Dalam upaya transformasi pendidikan Indonesia, redistribusi anggaran hanya menjadi segelintir bagian dari solusi yang kompleks. Transformasi yang signifikan memerlukan komitmen politik, kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan, dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
Hanya dengan langkah-langkah konkret dan kolaboratif, mimpi pendidikan Indonesia yang gemilang pun bisa terwujud.