Indonesia Siap Tingkatkan Penerimaan Pajak dengan STTR
Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) Mathias Cormann menandatangani instrumen multilateral Subject to Tax Rule (STTR) menjelang akhir pekan ini. Perjanjian ini menjadi penanda penting bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam upaya menghindari penggerusan basis pajak dan praktik pengalihan laba.
STTR berfokus pada perjanjian yang melindungi hak-hak negara berkembang untuk mengenakan pajak atas pembayaran intragrup tertentu, ketika pembayaran tersebut dikenakan pajak penghasilan perusahaan nominal yang berada di bawah tarif minimum.
Jenis pembayaran intragrup yang dimaksud meliputi bunga, royalti, dan pembayaran lainnya termasuk jasa. Penandatanganan instrumen ini dilakukan pada Kamis, 19 September 2024, secara daring dengan Sri Mulyani dan Cormann hadir.
Saatnya Berantas Erosi Basis Pajak dan Pengalihan Laba (BEPS)
STTR dianggap sebagai langkah krusial dalam pertempuran melawan base erosion and profit shifting (BEPS), atau yang lebih dikenal erosi basis pajak domestik dan pengalihan laba. Fenomena ini terjadi ketika perusahaan multinasional memanfaatkan celah dan ketidaksesuaian dalam sistem perpajakan berbagai negara dengan mengalihkan laba dari yurisdiksi dengan pajak lebih tinggi ke yang lebih rendah. Akibatnya, perusahaan tidak membayar pajak ke negara yang sebenarnya menghasilkan pendapatan.
Padahal, BEPS menimbulkan dampak signifikan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketergantungan mereka yang tinggi terhadap pajak penghasilan perusahaan membuat mereka menjadi lebih rentan terhadap penggerusan basis pajak.
OECD mencatat bahwa praktik BEPS merugikan negara sebesar 100-240 miliar dolar Amerika Serikat dalam bentuk pendapatan yang hilang setiap tahun, yang setara dengan 4-10 persen dari pendapatan pajak penghasilan perusahaan global.
Kerangka Inklusif dan Peranan Indonesia
Untuk merespons tantangan ini, OECD mengundang negara-negara untuk bergabung dalam kerangka inklusif guna mendorong perpajakan yang lebih adil dan diterapkan aturan menghindari BEPS. Indonesia termasuk salah satu negara tergabung dalam kerangka ini, dengan 147 anggota tercatat per 28 Mei 2024.
Bagaimana STTR Meningkatkan Penerimaan Pajak Indonesia?
Terkait STTR, pembayaran intragrup harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sebesar 9 persen di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen. Jika tarif yang dikenakan kurang dari 9 persen, maka negara sumber dapat mengenakan pajak tambahan.
Pengenaan pajak tambahan STTR dilakukan setelah berakhirnya tahun pajak pembayaran dilaksanakan, karena ada ambang materialitas yang harus dipenuhi agar pembayaran tersebut berada dalam cakupan STTR.
Kementerian Keuangan menyimpulkan bahwa penandatanganan STTR berpotensi meningkatkan penerimaan pajak bagi Indonesia. Ketika pembayaran tertentu yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak dengan tarif kurang dari 9 persen di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen, Indonesia dapat mengenakan pajak tambahan.
Namun, instrumen ini harus diratifikasi terlebih dahulu melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) agar dapat berlaku efektif secara domestik.