Gerakan Kepedulian Sipil Terkait Ancaman Senyawa BPA
PERHIMPUNAN Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bersama organisasi-organisasi lainnya, melancarkan gerakan kepedulian sipil untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman BPA, senyawa kimia berbahaya yang terkandung dalam kemasan plastik.
Dalam diskusi publik bertajuk "BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sehat" di Jakarta, Rabu (5/9), PKBI menyuarakan dukungan terhadap pemerintah yang telah mengesahkan peraturan pelabelan risiko bahaya BPA pada galon isi ulang bermerek.
"Meskipun BPA sudah lama digunakan dalam pembuatan plastik kemasan pangan dan dianggap aman dalam batas tertentu, banyak penelitian ilmiah yang menunjukkan risiko kesehatan yang signifikan dari paparan BPA, terutama pada sistem reproduksi, perkembangan anak, dan keseimbangan hormon," kata perwakilan PKBI, Oka Negara.
Oka mencontohkan penelitian laboratorium Tim Riset Universitas Airlangga yang menunjukkan dampak nyata paparan BPA pada hewan coba. Penelitian itu membuktikan BPA memengaruhi struktur dan fungsi otak, termasuk bagian penting seperti hipokampus dan hipotalamus, yang berperan dalam pengendalian keseimbangan energi dan proses kognitif.
"Fakta bahwa BPA dapat menyebabkan perubahan signifikan pada otak hewan mengindikasikan potensi bahaya serius pada manusia," ungkap Oka.
Penelitian lain dari Universitas Sumatra Utara diikuti oleh Evi Mutia, menguatkan kekhawatiran dampak BPA terhadap kesehatan reproduksi. Paparan BPA dikaitkan dengan gangguan libido, infertilitas, peningkatan risiko kanker prostat dan berbagai gangguan reproduksi lainnya.
Studi internasional bahkan menunjukkan BPA dapat menurunkan kualitas sperma dan meningkatkan risiko infertilitas, serta memengaruhi perkembangan hormon pada janin.
Dalam jangka panjang, paparan BPA disebutkan dapat menyebabkan gangguan kognitif, merusak tumbuh kembang, meningkatkan risiko stres, emosi tinggi, sistem auto imun yang reaktif serta mempermudah inflamasi yang memicu aktifnya sel kanker.
"BPA itu risikonya akumulatif, tidak terjadi dalam jangka pendek, tetapi jika terpapar di tubuh secara terus menerus," ungkap Oka.
Oka juga menekankan bahwa paparan BPA tidak hanya membahayakan kesehatan individu tetapi juga memberikan risiko kumulatif yang tidak dapat diabaikan.
Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi mengesahkan peraturan pencantuman label peringatan risiko BPA khusus pada galon isi ulang bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat pada April 2024. Wajib dipatuhi per April 2028, produsen diharuskan menerakan label peringatan berbunyi, "Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan".
Oka mengapresiasi lahirnya regulasi pelabelan risiko BPA tersebut.
“Regulasi ini merupakan langkah penting untuk memberikan informasi kepada konsumen sehingga memungkinkan mereka membuat pilihan yang lebih aman dan terhindar dari zat beracun dan berbahaya," katanya.
Hal senada diungkapkan pendiri MedicarePro Asia, Dien Kuntarti.
“Ini saat yang tepat bagi organisasi sipil untuk bersama-sama pemerintah terjun ke masyarakat dalam melakukan edukasi dan advokasi terkait paparan dan dampak toksisitas BPA,” katanya.
Direktur Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Yeni Restiani, juga membenarkan kebijakan pelabelan BPA saat ini khusus berlaku pada galon isi ulang bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat.
"Tujuan pelabelan ini melindungi kesehatan masyarakat, edukasi masyarakat dan transparansi," pungkasnya.