Skandal Sejarah di Gaza: Kritik Keras Peran Perancis
Mantan Perdana Menteri Prancis Dominique de Villepin menggambar sketsa gambang yang kelam tentang situasi terkini di Gaza. Dalam sebuah pernyataan mengejutkan, ia menggambarkan krisis tersebut sebagai "skandal terbesar dalam sejarah," sebuah bencana manusiawi yang mengguncang fondasi demokrasi.
Dalam wawancara dengan France Inter, Villepin yang menjabat sebagai Perdana Menteri antara tahun 2005 hingga 2007, dengan tegas mengkritik posisi Prancis di tengah konflik berkepanjangan ini. Ia menilai bahwa Prancis telah gagal mengambil langkah tegas untuk menghentikan kekerasan dan melindungi warga sipil yang menjadi korban dari konflik.
Penghancuran Massal di Gaza:
Genosida di Gaza memang nyata dan mengerikan. Agresi militer Israel yang dilancarkan sejak serangan kelompok Hamas pada Oktober 2022 telah mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 41.000 warga Palestina. Dikelilingi oleh pemblokadian yang ketat, Gaza kini mencicipi nasib yang memilukan. Kerusakan infrastruktur yang parah, pengungsian masal, krisis pangan, dan penyebaran penyakit menjadi latar belakang kelam dari penderitaan yang dihadapi warga Gaza.
Villepin mengecam keras pembunuhan warga sipil Hamas, menyebutnya sebagai tindakan barbar yang menghancurkan jiwa dan raga manusia. Ia menyinggung kisah tragis Pendudukan Israel yang terjadi pada tahun 2005, sebuah masa yang seharusnya menjadi awal dari perdamaian, melainkan menjadi cikal bakal konflik yang semakin tak terkendali.
Peran Prancis yang Tertunda:
Villepin menekankan bahwa Israel telah mengeksploitasi kelemahan masyarakat internasional, termasuk peran Prancis, untuk memperkuat kehadiran militer di Gaza. Ia memandang situasi ini sebagai "bom waktu" yang mengancam seluruh dunia.
Ketika ditanya mengenai solusi yang ditawarkan Prancis dan Eropa untuk mengakhiri konflik, Villepin mengakui bahwa mereka memiliki pengaruh dalam hal persenjataan dan ekonomi. Namun, ia juga menyoroti bahwa solusi yang memungkinkan seperti pembatasan perdagangan tidak pernah dilaksanakan karena kurangnya komitmen politik dari kedua belah pihak.
"Masalahnya sama di Ukraina dan Gaza. Kami tidak punya tujuan politik. Israel tidak punya tujuan politik apa pun. Dan ketika Anda tidak punya tujuan politik, yang Anda tahu hanyalah berperang," tutupnya.
.